Bismillahirohmanirohim
Maha Suci Allah, Segala Puji Bagi Allah pujian yang banyak, dan Maha Besar Engkau. Shalawat semoga selalu tercurah pada junjungan kita Rosulullah saw juga keluarganya, para sahabatnya, dan ummatnya hingga akhir zaman.
Fenomena kekerasan di mana-mana seperti: tawuran antar sekolah, mahasiswa, daerah, kekerasan geng motor, korupsi, dan sejumlah kasus yang seolah sudah membudaya di dunia.
Penyebabnya tidak lain karena hati mereka yang sakit, entah karena kurang pendidikan tentang agama, kasih sayang orang tua, pergaulan yang bebas tanpa aturan. Sehingga alangkah pentingnya mensikapi ini dengan mempelajari bagaimana hati bisa sakit dan bagaimana untuk mengobati.
Kutipan dari buku buah tulis ulama sekaliber Ibnul Qayyim sangat diperlukan untuk di baca dan ditelaah. yang pada akhirnya mampu memahami dan mengenal tentang hati kita. amiin.
Allah befirman,
"Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai
cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit." (Al-
Hajj: 53).
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya.
(Al-Baqarah: 10).
"Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-
Ahzab: 32).
Allah memerintahkan para istri nabi agar tidak melemah-lembutkan
ucapan mereka, sebagaimana yang biasa dilakukan kebanyakan wanita
karena hal itu akan merangsang orang yang dalam hatinya ada penyakit
syahwat. Meskipun demikian, mereka juga tidak boleh melontarkan
ucapan secara kasar sehingga akan menimbulkan keburukan. Yang
diperintahkan adalah agar mereka menyampaikan ucapan-ucapan yang
baik.
Allah befirman,
"Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang
yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan
kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan
kamu (untuk memerangi) mereka." (Al-Ahzab: 60).
"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat,
dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk
jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi
Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah
imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan
orang-orang Mukmin itu tidak ragu-vagu dan supaya orang-orang yang
di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan),
'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu
perumpamaan?" (Al-Muddatstsir: 31).
Allah mengabarkan tentang hikmah dijadikannya bilangan malaikat
penjaga neraka sebanyak sembilan belas. Allah menjelaskan ada lima
hikmah. Pertama, sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, sehingga hal
itu menjadikan mereka bertambah kufur dan sesat. Kedua, untuk lebih
meyakinkan orang-orang yang diberi Al-Kitab, keyakinan mereka akan
semakin menguat karena kesesuaian kabar tersebut dengan apa yang
disampaikan oleh para nabi mereka, padahal Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam tidak mendengarnya dari mereka. Dan hal itu akan
menjadi hujjah atas penentang-penentang mereka, lalu akan tunduk
beriman orang yang dikehendaki Allah mendapat petunjuk. Ketiga,
bertambahnya iman orang-orang yang beriman karena kesempurnaan
kepercayaan dan pengakuan mereka terhadap hal tersebut. Keempat,
hilangnya keragu-raguan orang-orang Mukmin dan orang-orang yang
diberi Al-Kitab. Di atas itulah keempat hikmah yang dimaksud, yakni;
sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, memantapkan keyakinan orangorang
yang diberi Al-Kitab, menambah keimanan orang-orang beriman,
dan hilangnya keragu-raguan orang-orang Mukmin dan Ahli Kitab.
Dan hikmah kelima, kebimbangan orang-orang kafir dan mereka
yang di dalam hatinya terdapat penyakit serta mereka yang buta hatinya
dari maksud diciptakannya hal tersebut, sehingga mengatakan, "Apakah
yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?"
Inilah keadaan hati saat kebenaran disodorkan padanya. Ada yang
mendapat cobaan karenanya sehingga ia kafir dan menentang, ada yang
bertambah kepercayaan dan keimanannya, ada yang meyakininya
sehingga benar-benar menjadi hujjah baginya, ada pula had yang ragu
dan buta terhadapnya sehingga ia tidak mengetahui apa yang dikehendaki
dengannya.
"Yakin dan tidak adanya keraguan" dalam hal ini, jika kembali pada
satu hal maka penyebutan "tidak adanya keraguan" adalah peneguhan
dan penguat akan keyakinan tersebut, serta menafikan berbagai hal
yang berlawanan dengannya, apa pun bentuknya. Tetapi jika kembali
pada dua hal yang berbeda, maka "keyakinan" itu kembali pada berita
tentang bilangan malaikat, sedang "tidak adanya keraguan" kembali pada
semua yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Karena berita itu tidak diketahui kecuali dari para rasul yang dikenal
kejujurannya. Maka tidak akan ragu-ragu orang yang mengetahui kebenaran
berita ini, setelah mengetahui kejujuran Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Dengan demikian tampaklah manfaat diceritakannya
hal tersebut, yakni penyakit hati dan hakikatnya.
Allah befirman,
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(Yunus: 57).
Ia adalah penyembuh apa yang ada di dalam hati dari berbagai
penyakit kebodohan dan kesesatan. Karena sesungguhnya kebodohan
adalah penyakit, obatnya ilmu dan petunjuk. Kesesatan adalah penyakit,
obatnya kebenaran. Dan Allah telah membersihkan Nabi-Nya dari dua
penyakit tersebut.
Allah befirman,
"Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat
dan tidak pula keliru." (An-Najm: 1-2).
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyifati para khalifah
sesudahnya dengan hal yang merupakan lawan dari keduanya, beliau
bersabda,
"Hendaknya kalian (berpegang teguh) dengan Sunnahku dan Sunnah
Para khalifah yang mengikuti jalan yang benar dan mendapat petunjuk
sesudahku."1)
Dan Allah menjadikan kalam-Nya sebagai pelajaran bagi segenap
manusia pada umumnya dan secara khusus sebagai petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang beriman, juga obat paripurna bagi apa yang
ada di dalam dada. Siapa yang berobat dengannya niscaya akan sehat
dan sembuh dari sakitnya, dan siapa yang tidak berobat dengannya maka
ia seperti yang dikatakan dalam syair,
"Jika ia sembuh dari sakit yang menimpanya ia mengira telah selamat
padahal dalam dirinya terdapat penyakit yang membunuh."2)
Allah befirman,
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian."
(Al-Isra': 82).
Kata min dalam ayat tersebut bukanlah menunjukkan arti sebagian
daripada, tetapi untuk menerangkan jenis (libayanil jins). Seluruh Al-
Qur'an adalah obat dan rahmat bagi orang-orang beriman.
Sebab-sebab Timbulnya Penyakit Tubuh dan Hati
Sakitnya tubuh adalah saat ia tidak dalam keadaan sehat dan baik.
Ketika itu tubuh berada di luar kenormalannya disebabkan oleh kerusakan
yang menimpanya sehingga fungsi indera dan gerak motoriknya
terganggu. Tentang fungsi indera, ia bisa hilang sama sekali misalnya
menjadi buta, tuli atau lumpuh. Atau mungkin melemah kekuatannya
meskipun semua alat inderanya tetap masih utuh. Atau ia mengindera
sesuatu dan tampak hal yang sebaliknya, misalnya manis dirasakannya
pahit, jeleknya dipandangnya baik atau baik dipandangnya jelek.
Adapun kerusakan yang menimpa gerak motorik misalnya adalah
melemahnya daya kunyah, daya pegang, daya dorong atau daya tarik.
Dengan demikian ia merasakan sakit sesuai dengan tingkat ketidaknormalannya.
Meskipun demikian, ia belum sampai pada tingkat binasa
dan kematian, ia masih memiliki kekuatan mengindera dan gerak
meskipun lemah sekali.
Adapun sebab ketidaknormalan tersebut, bisa dikarenakan rusaknya
kadar tertentu atau cara. Yang pertama, mungkin karena kekurangan
materi, sehingga perlu ditambah, atau mungkin karena kelebihan sehingga
perlu dikurangi. Yang kedua, mungkin karena kelebihan suhu
panas, dingin, lembab atau suhu kering. Atau ia kekurangan dari kadar
normal. Untuk itu ia perlu diobati sesuai dengan ukurannya.
Kesehatan akan diperoleh dengan menjaga kekuatan, memelihara
diri dari gangguan dan menghilangkan sumber-sumber kerusakan.
Ketiga, hal prinsip inilah yang menjadi konsentrasi para dokter dalam
analisis diagnosanya. Dan semua itu telah terkandung dalam Al-Qur'anul
Karim. Dzat yang menurunkannya juga menganjurkan agar ia dijadikan
sebagai obat dan rahmat.
Dalam hal menjaga kekuatan, Allah memerintahkan orang musafir
dan orang sakit agar berbuka puasa di bulan Ramadhan.3) Orang musafir
wajib menggantikan puasanya saat ia datang, sedang orang sakit
menggantikannya saat ia sudah sembuh dari sakitnya. Yang demikian
itu agar kekuatan keduanya tetap terjaga, sebab puasa akan menambah
lemah bagi orang yang sakit dan bepergian akan membutuhkan kekuatan
ganda karena kesukaran dalam perjalanan, dan tentu puasa akan
membuatnya lemah.
Sedangkan memelihara dari gangguan, Allah menganjurkan orang
sakit agar tidak menggunakan air dingin dalam berwudhu dan mandi,
jika hal itu memang membahayakannya. Allah hanya memerintahkan
mereka bertayamum, sebagai bentuk tindakan preventif agar jasmaninya
yang kasat mata tidak terserang bahaya.4) Jika demikian perhatian
Allah terhadap hal yang bersifat lahiriah, apatah lagi terhadap hal yang
bersifat batiniah.
Adapun dalam hal menghilangkan mated yang rusak, maka Allah
membolehkan kepada muhrim (orang yang sedang ihram) yang memiliki
penyakit di kepalanya untuk mencukur rambutnya,5) sehingga ia
menghilangkan bau busuk yang mengganggunya. Dan mencukur
adalah salah satu cara yang paling mudah dalam menghilangkan
gangguan ter-sebut. Karena itu Allah mengingatkannya, sebab itulah
yang paling ia butuhkan.
Suatu ketika, masalah di atas pernah saya beritahukan kepada para
dokter senior di Mesir, serta merta mereka berkomentar, seandainya
saya harus pergi ke barat untuk mengetahui faidah tersebut tentu ia
merupakan perjalanan yang ringan.
Jika diketahui demikian, maka hati membutuhkan sesuatu yang
menjaganya agar tetap kuat. Dan itu adalah iman dan ketaatan. Juga
membutuhkan pemeliharaan dari gangguan yang membahayakannya
yaitu dengan menjauhi dosa-dosa, maksiat dan berbagai hal penyimpangan.
Termasuk perlu pula dihilangkan setiap hal yang rusak dari
padanya. Dan hal itu dengan taubat nashuha dan memohon ampun
kepada Dzat Yang Maha Mengampuni dosa-dosa. Sakitnya hati yaitu
berupa kerusakan yang menimpanya, sehingga merusak pandangan
dan keinginannya terhadap kebenaran. la lalu tidak melihat kebenaran
sebagai kebenaran, atau ia melihatnya sebagai sesuatu yang lain dari
hakikat sebenarnya, atau pengetahuannya tentang kebenaran menjadi
berkurang, sehingga merusak keinginannya terhadapnya. Akhirnya ia
membenci kebenaran yang bermanfaat atau mencintai kebatilan yang
membahayakan, atau malah kedua hal tersebut secara bersama-sama
melekat pada dirinya, dan inilah pada galibnya yang terjadi. Karena itu,
penyakit yang menimpa hati terkadang ditafsirkan dengan keraguan
dan kebimbangan, seperti menurut penafsiran Mujahid dan Qatadah
tentang firman Allah,
"Dalam hati mereka ada penyakit." (Al-Baqarah:
10).
Maksudnya keragu-raguan. Terkadang pula, penyakit hati itu
ditafsirkan dengan nafsu berzina, sebagaimana penafsiran firman Allah,
"Sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-
Ahzab: 32).
Pada ayat pertama adalah penyakit syubhat dan pada ayat
kedua adalah penyakit syahwat.
Kesehatan dijaga dengan hal-hal yang sehat pula, sedangkan penyakit
ditolak dengan sesuatu yang berlawanan dengannya. Kesehatan
akan semakin kuat dengan sesuatu yang sejenis dengan sebab timbulnya
kesehatan dan akan hilang dengan sesuatu yang berlawanan dengannya.
Kesehatan dijaga dengan hal sejenis dengan sebab timbulnya kesehatan
itu, dan akan lemah atau hilang sama sekali dengan adanya sesuatu
yang berlawanan dengannya.
Ketika tubuh yang sakit merasa terganggu dengan sesuatu yang
bila menimpa tubuh yang sehat tidak berpengaruh apa-apa; misalnya
sedikit panas, dingin, gerakan atau lainnya maka demikian pula dengan
hati yang sakit, ia akan merasa terganggu dengan sesuatu yang amat
remeh, baik berupa syubhat atau syahwat. Ia tidak akan kuat bila kedua
hal tersebut menimpanya. Sedangkan hati yang sehat, berkali lipat ditimpa
hal yang sama ia masih kuat menolaknya dengan kekuatan dan
kesehatan yang ada pada dirinya.
Secara ringkas dapat dikatakan, jika orang yang sakit tertimpa
dengan sesuatu yang sama dengan sebab penyakitnya maka penyakitnya
akan bertambah, kekuatannya akan melemah bahkan akan menghantarnya
pada kematian, jika ia tidak segera mendapatkan sesuatu yang dapat
memulihkan kekuatannya dan menghilangkan penyakitnya.
Sumber:
(bab 2) MANAJEMEN QALBU: Melumpuhkan Senjata Syetan
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
Penerjemah : Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Lc.
Desain Sampul : HAKA Advertising
Cetakan Keenam : Ramadhan 1426 H/Nopember 2005 M
Diterbitkan Oleh: PT
DARUL FALAH
Ket:
1) Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata, "Hadits ini hasan
shahih." Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
dari Al-'Irbadh bin Sariyah ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
menasihati kami dengan suatu nasihat yang membuat hati bergetar dan menjadikan
air mata mengalir. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasihat
perpisahan, karena itu berilah kami wasiat.' Beliau bersabda, 'Aku wasiatkan kepada
kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan mentaati, bahkan meskipun
yang memerintah kalian adalah seorang hamba sahaya. Dan sungguh orang yang masih
hidup di antara kalian (sesudahku) akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena
itu hendaknya kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah
yang mengikuti jalan kebenaran dan mendapat petunjuk, peganglah ia kuat-kuat, dan
jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru
(dalam agama) adalah sesat'." LihatAt-Targhib mat Tarhib, (cet. Halaba, 1/41).
2) Syair ini berbicara tentang penyakit tua. Sebab orang yang usianya telah udzur
jika sembuh dari sakit yang menimpanya maka sesungguhnya ia tidak akan sembuh
dari kelemahan akibat usianya yang sudah senja.
3) Allah befirman, "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu." (Al-Baqarah: 185).
4) Allah befirman, "Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan lalu kamu tidak memperoleh air
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu." (Al-Ma'idah: 6).
5) Allah befirman, "Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya
(lalu ia bercukur) maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bershadaqah
atau berkorban." (Al-Baqarah: 196).