Jumat, 06 April 2012

Kutipan Muraqabah (Pengintaian) - An Nawawi

Kutipan Muraqabah (Pengintaian) - An Nawawi
      Segala puji hanyalah untuk Allah semata, Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi yang tiada lagi nabi sesudahnya, Nabi kita Muhammad dan juga kepada keluarganya, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat. Amma ba’du.
      Riyadhus Shalihin (taman Orang-orang Soleh) adalah karya An Nawawi yang berisi ayat-ayat dan hadith-hadith yang disusun berdasarkan tema yang dikaitkan dengan akhlak dan keperibadian mulia. Buku yang sangat penting untuk kita kaji dan pelajari di dasarkan pada keadaan sekarang yang kemerosotan ahlak dan kepribadian sudah sedemikian parah, terlebih maraknya kajian berbau pornografi di dunia maya ini. Sehingga sangat dimungkinkan perlunya menyajikan artikel pembelajaran yang sifatnya mampu meredam kemerosotang itu. Dan oleh karena hal tersebut pula saya menyajikan bab 5 dari buku Riyadhus Shalihin tentang Muraqabah atau pengintaian.
      Berikut kutipannya
      Allah Ta'ala berfirman:
"Dialah yang melihatmu ketika engkau berdiri dan juga gerak tubuhmu di antara orang-orang yang bersujud." (asy-Syu'ara': 218-219)
      Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan Dia adalah besertamu di mana saja engkau semua berada." (al-Hadid: 4)
      Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu yang tersembunyi baik di bumi ataupun di langit."(ali-lmran: 5)
      Lagi firmannya Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Tuhanmu itu niscaya tetap mengintipnya." (al-Fajar: 14)
      Juga firmannya Allah Ta'ala:
"Dia Maha Mengetahui akan kekhianatan mata maksudnya pandangan mata kepada sesuatu yang diiarang atau kerlingan mata sebagai ejekan dan lain-lain perbuatan yang tidak baik dan apa saja yang tersembunyi dalam hati.” (al-Mu'min: 19)
Ayat-ayat yang mengenai bab ini banyak sekali dan kiranya dapat dimaklumi.
      Adapun Hadis-hadisnya ialah:
      Pertama: Dari Umar bin Al khathab r.a., katanya:
      Pada suatu ketika kita semua duduk di sisi Rasulullah s.a.w. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di muka kita seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak timpak padanya bekas bepergian dan tidak seorangpun dari kita semua yang mengenalnya, sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan berkata: "Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam."
      Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada piihan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau engkau kuasa jalannya ke situ."
      Orang itu berkata: "Tuan benar." Kita semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman."
      Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari penghabisan kiamat dan hendaklah engkau beriman pula kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk semuanya dari Allah jua."
      Orang itu berkata: "Tuan benar." Kemudian katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan."
      Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihatNya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya, maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu."
      Ia berkata: "Tuan benar." Katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari kiamat."
      Rasulullah s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanya yakni beliau s.a.w. sendiri tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya yakni orang yang datang tiba-tiba tadi."
      Orang itu berkata pula: "Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang alamat-alamatnya hari kiamat itu."
      Rasulullah s.a.w. menjawab:"Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya maksudnya hamba sahaya itu dikawin oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya dan apabila engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar karena sudah menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara."
      Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya yakni Umar r.a. berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Umar, adakah engkau mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?" Saya menjawab: "Allah dan RasulNyalah yang lebih mengetahuinya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua." (Riwayat Muslim)
      Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan tuannya sendiri. Tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu maksudnya. Al-'Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya.
      Sebabnya Sayidina Umar terheran-heran karena orang yang bertanya itu semestinya belum mengerti apa yang ditanyakan, tetapi anehnya setelah diberi jawaban, tiba-tiba penanya itu berkata: "Tuan benar," dan kata-kata sedemikian ini tentulah menunjukkan bahwa penanya itu telah mengerti. Barulah keheranan Sayidina Umar itu lenyap setelah diberitahu bahwa yang bertanya tadi sebenarnya adalah Jibril a.s. yang kedatangannya memang sengaja hendak mengajarkan soal-soal keagamaan kepada para sahabat Rasulullah s.a.w.
     Dalam Hadis di atas, ada beberapa hal yang penting kita ketahui, yaitu:
(a) Mendirikan shalat artinya tidak semata-mata menjalankan shalat saja, tetapi harus dipenuhi pula syarat-syarat serta rukun-rukunnya dan ditepatkan selalu menurut waktuwaktunya.
(b) Percaya kepada Allah yakni meyakinkan bahwa Allah itu ada (jadi jangan beranggapan bahwa Allah itu tidak ada seperti faham komunis), dan lagi Allah itu bersifat dengan semua sifat kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan serta terjauh dari semua sifat kekurangan, kehinaan dan kerendahan.
(c) Malak ialah makhluk Allah yang dibuat dari pada nur (cahaya) dan tidak berjejal-jejal seperti cahaya lampu yang memenuhi rumah. Dengan cahaya seribu lampu, belum juga sesak rumah itu. Dengan ini teranglah apa yang dimaksud dalam sebuah Hadis:
"Bahwasanya Allah itu mempunyai malaikat, ada yang memenuhi sepertiga alam, ada yang memenuhi dua pertiga alam dan ada yang memenuhi alam seluruhnya."
Adapun arti iman kepada malaikat ialah harus percaya bahwa mereka itu benar-benar ada dan bahwa mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Malak itu sebenarnya kata mufrad dan jamaknya berbunyi malaikat.
(d) Percaya kepada kitab-kitab Allah ialah meyakinkan betul-betul bahwa kitab-kitab suci itu adalah firman Allah yang sebenar-benarnya yang diturunkan pada Rasul-rasulNya dengan jalan wahyu dan meyakinkan pula bahwa isi yang terkandung di dalamnya ttu semua benar.
(e) Percaya kepada para Rasul artinya beri'tikad seteguh-teguhnya bahwa apa yang mereka bawa itu memang sebenarnya dari Allah Ta'ala.
(f) Hari Akhir ialah hari Kiamat. Iman dengan hari kiamat artinya mempercayai betul-betul akan terjadinya hari penghabisan itu dan apa saja yang terjadi sesudahnya, misalnya Masyar (akan dikumpulkannya semua makhluk di padang mahsyar), Hisab (semua amal akan diperhitungkan), Mizan (amal-amal akan ditimbang dalam neraca), menyeberangi jembatan yang disebut Shirath dan kemudian ada yang masuk Jannah (syurga), ada pula yang terus terjun ke (neraka) dan lain-lain hal lagi.
(g) Qadar ialah ketentuan dari Allah sebelum Allah membuat semua makhluk ini, yang baik maupun yang jahat. Jadi segala macam adalah dengan kehendak Allah yang telah dipastikan sejak zaman azali dulu yaitu zaman sebelum Allah membuat apa-apa. Tetapi kita jangan lupa berikhtiar, karena kita telah diberi akal oleh Allah untuk mengusahakan bagaimana jalannya agar kita tetap bernasib baik dan terjauh dari nasib buruk. Kita tetap harus berdaya upaya selama hayat dikandung badan.
(h) Dengan cara ibadat sebagaimana yang terkandung dalam arti kata Ihsan ini, maka tentu akan khusyuklah kita sewaktu menyembah Allah itu. Kalau dapat seolah-olah tahu pada Allah, ini namanya Mukasyafah (terbuka dari semua tabir yang menutup) dan kalau mengangan-angankan bahwa Allah tetap melihat kita, ini namanya Muraqabah (mengintaiintainya Allah pada kita).
(i) Tanda-tanda yang dimaksud ini ialah tanda-tanda kecil sebab datangnya hari kiamat itu ada tanda-tandanya yang kecil dan ada tanda-tandanya yang besar. Tanda-tanda kecil artinya datangnya itu masih agak jauh, tetapi bila tanda-tanda besar telah nampak, maka itulah yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah sangat dekat sekali saat terjadinya.
(j) Hamba sahaya perempuan melahirkan tuannya artinya, banyak sahaya perempuan itu yang dikawin oleh raja-raja atau pejabat-pejabat tinggi lalu melahirkan anak-anak perempuan sehingga anak-anaknya itu pun akan berkedudukan sebagaimana ayahnya.
(k) Orang yang tak beralas kaki, telanjang, miskin serta penggembala kambing sama bermegah-megah dalam gedung-gedung besar, maksudnya ialah bahwa yang asalnya hanya penggembala yang miskin hingga seolah-olah tak pernah beralas kaki dan pakaiannya hampir-hampir tidak ada (boleh dikata telanjang) tiba-tiba menjadi pembesar-pembesar negeri dan mendiami gedung-gedung besar lagi indah dan sama berkuasa serta kaya raya.
Dengan demikian, keadaan negeri lalu rusak binasa sebab sesuatu perkara semacam pemerintahan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, sebagaimana dalam sebuah Hadis diterangkan:
"Apabila sesuatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kerusakannya."
      Dengan ini tahulah kita bahwa Islam itu mengandung tiga unsur yang utama yakni: A. 5 Arkanul Islam, B. 6 Arkanul lman dan C. 2 Arkanul Ihsan.
      Kedua: Dari Abu Dzar, yaitu Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman yaitu Mu'az bin Jabal radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah s.a.w. sabdanya:
      "Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan jelek itu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan tadi dan pergaulilah para manusia dengan budi pekerti yang bagus." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
      Keterangan:
      Hadis ini mengandung tiga macam unsur, yakni bertaqwa kepada Allah, kebaikan diikutkan sesudah mengerjakan kejelekan dan perintah bergaul dengan baik antara seluruh ummat manusia. Mengenai yang ketiga tidak kami jelaskan lebih panjang, sebab masing-masing bangsa tentu memiliki cara-cara atau adat-istiadat sendiri. Namun demikian juga mesti dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh agama Islam, sehingga tidak melampaui batas, akhirnya terperosok dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta'ala.
      Jadi di bawah ini akan diuraikan perihal yang dua buah unsur saja, yaitu:
{a) Takut pada Allah atau Taqwalah adalah satu kata yang menghimpun arti yang sangat dalam sekali, pokoknya ialah mengikuti dan mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi serta menahan diri dari melakukan larangan-laranganNya. Dengan demikian terjagalah jiwa dan terpeliharalah hati manusia dari kemungkaran, kemaksiatan, kemusyrikan yang terang (jali) atau yang tidak terang (khafi), juga terhindar dari kekufuran dan kemurtadan. Tuhan tentu akan melindungi orang yang taqwa itu dari semuanya tadi.
Tentang ini Allah telah berfirman:
      "Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang sama berlaku baik."
(b) Mengikutkan kebaikan sesudah melakukan kejahatan itu misalnya ialah bertaubat, karena dengan demikian lenyaplah segenap kesalahan yang kita lakukan, asalkan kita bertaubat itu dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah:
      "Melainkan orang yang bertaubat dan beriman dan beramal shalih, maka mereka itu kejelekan-kejelekannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan."
      Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya berada di belakang Nabi s.a.w. dalam kendaraan atau membonceng pada suatu hari, lalu beliau bersabda: "Hai anak, sesungguhnya saya hendak mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yaitu: Peliharalah Allah dengan mematuhi perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya, pasti Allah akan memeliharamu, peliharalah Allah, pasti engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Jikalau engkau meminta, maka mohonlah kepada Allah dan jikalau engkau meminta pertolongan, maka mohonkanlah pertolongan itu kepada Allah pula. Ketahuilah bahwasanya sesuatu ummat yakni makhluk seluruhnya ini, apabila berkumpul bersepakat hendak memberikan kemanfaatan padamu dengan sesuatu yang dianggapnya bermanfaat untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan kemanfaatan itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Juga jikalau ummat seluruh makhluk itu berkumpul bersepakat hendak memberikan bahaya padamu dengan sesuatu yang dianggap berbahaya untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan bahaya itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Pena telah diangkat maksudnya ketentuan ketentuan telah ditetapkan dan lembaran-lembaran kertas telah kering maksudnya catatan-catatan di Lauh Mahfuzh sudah tidak dapat diubah lagi."
      Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
      Dalam riwayat selain Tirmidzi disebutkan: "Peliharalah Allah, maka engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu. Berkenalanlah kepada Allah yakni tahulah kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan untuk Allah di waktu engkau dalam keadaan lapang sehat, kaya dan lain-lain, maka Allah akan mengetahuimu memperhatikan nasibmu di waktu engkau dalam keadaan kesukaran, sakit, miskin dan lain-lain. Ketahuilah bahwa apa-apa yang terlepas daripadamu itu keuntungan atau bahaya, tentu tidak akan mengenaimu dan apa-apa yang mengenaimu itu pasti tidak akan dapat terlepas daripadamu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu beserta kesabaran dan bahwasanya kelapangan itu beserta kesukaran dan bahwasanya beserta kesukaran itu pasti ada kelonggaran."
      Keterangan:
      Hal-hal yang perlu dimaklumi dalam Hadis ini ialah:
(a) Ada di belakang Nabi s.a.w. maksudnya ialah membonceng waktu naik bighal (semacam kuda) dengan duduk di belakang beliau.
(b) Peliharalah Allah, yakni peliharalah perintah-perintah dan larangan-larangan Allah serta berhati-hatilah pada kedua macam hal itu, pasti engkau dijaga olehNya dalam duniamu, agamamu, dirimu dan keluargamu.
(c) Ummat ialah semua makhluk yang dimaksudkan.
{d) Pena-pena telah diangkat, artinya ketentuan-ketentuan telah tetap.
(e) Kertas-kertas telah kering maksudnya catatan-catatan semua yang ada di dalam dunia semesta ini (sebagaimana yang tertera di Lauh Mahfuzh) tentu saja tak ada yang dapat mengubah takdir-takdir dari Allah itu kecuali yang dikehendaki olehNya sendiri sebagaimana firmanNya:
      "Allah menghapus serta menetapkan apa saja yang dikehendaki olehNya dan di sisi Allahlah ummut kitab atau pokok Catatan. Ummul kitab ini adalah ilmu Allah yang qadim (dahulu) sejak zaman azali (sebelum ada apa-apa kecuali Allah)."
(f) Selain Tirmidzi yakni 'Abd bin Humaid dan juga Imam Ahmad.
(g) Suka mengenai pada Allah artinya senantiasa mendekat dan taat padaNya. Kalau kita suka demikian ketika kita dalam keadaan lapang (banyak rezeki dan badan sihat), maka Allah pasti suka melihat kita yakni mau memberi pertolongan pada kita apabila kita dalam keadaan sukar pada suatu waktu.
(h) Suatu yang telah ditentukan oleh Allah (sejak zaman azali) akan lepas dari kita, (tidak dapat kita capai), sudah tentu selamanya barang itu tetap lepas dari kita yakni tidak dapat mengenai kita (kita peroleh). Demikian pula sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang telah ditentukan akan kita dapatkan, maka bagaimanapun juga tidak akan lepas dari kita.
(i) Pertolongan Allah beserta kesabaran yakni bila kita ingin pertolongan dari Allah, haruslah kita sabar.
(j) Kelapangan beserta kesusahan dan nanti pasti ada kelonggaran yakni manusia itu tidak mungkin akan terus menerus susah dan sukar, insya Allah pada suatu ketika ia akan menemui kelapangan dan kelonggaran juga.
      Keempat: Dari Anas r.a., katanya: "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan yang diremehkannya sebab dianggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-amalan itu adalah lebih halus lebih kecil menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut. Tetapi kita semua di zaman Rasulullah s.a.w. menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan."
      Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ia mengatakan bahwa arti Almubiqat ialah apa-apa yang merusakkan.
      Kelima: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu cemburu dan kecemburuan Allah Ta'ala itu ialah apabila seseorang manusia mendatangi mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya." (Muttafaq 'alaih)
      Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya ada tiga orang dari kaum Bani Israil, yaitu orang supak yakni belang-belang kulitnya, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian mengutus seorang malaikat kepada mereka.
      Ia mendatangi orang supak lalu berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?"
      Orang supak berkata: "Warna yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran-kotoran itu dari tubuhnya dan dikaruniai oleh Allah Ta'ala warna yang baik dan kulit yang bagus.
      Malaikat itu berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?"
      Orang itu menjawab: "Unta." Atau katanya: "Lembu," yang merawikan Hadis ini sangsi apakah unta ataukah lembu. Ia lalu dikaruniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata: "Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini."
      Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?"
      Orang botak berkata: "Rambut yang bagus dan lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikarunia rambut yang bagus.
      Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?"
      Ia berkata: "Lembu." Ia pun lalu dikarunia lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: "Semoga Allah memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini."
      Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: "Keadaan bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang buta menjawab: "Yaitu hendaknya Allah mengembalikan penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang." Malaikat lalu mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya.
      Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?"
      Ia menjawab: "Kambing." Ia pun dikarunia kambing yang bunting hampir beranak.
      Yang dua ini unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini kambing juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang yang supak mempunyai selembah penuh unta dan yang satunya lagi yang botak mempunyai selembah lembu dan yang lainnya lagi yang buta mempunyai selembah kambing.
      Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang yang asalnya supak dalam rupa seperti orang supak itu dahulu keadannya yakni berpakaian serba buruk dan berkata: "Saya adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam bepergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang telah mengaruniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam bepergianku ini untuk sekedar bekal perjalanannya."
      Orang supak itu menjawab: "Keperluan-keperluanku masih banyak sekali." Jadi enggan memberikan sedekah padanya.
      Malaikat itu berkata lagi: "Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu seorang yang berpenyakit supak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu seorang fakir, kemudian Allah mengaruniakan harta padamu?"
      Orang supak dahulu itu menjawab: "Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan merekapun dari nenek-moyangnya pula."
      Malaikat berkata pula: "Jikalau engkau berdusta dalam pendakwaanmu uraianmu yang menyebutkan bahwa harta itu adalah berasal dari warisan, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula."
      Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang yang asalnya botak, dalam rupa seperti orang botak dulu dan keadaannya yang hina dina, kemudian berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada orang supak dan orang botak itu menolak permintaannya seperti halnya orang supak itu pula.
      Akhirnya malaikat itu berkata: "Jikalau engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana keadaanmu semula."
Seterusnya malaikat itu mendatangi orang yang asalnya buta dalam rupanya seperti orang buta itu dahulu serta keadaannya yang menyedihkan, kemudian ia berkata: "Saya adalah orang miskin dan anak jalan maksudnya sedang bepergian dan kehabisan bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam bepergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu yaitu seekor kambing yang dapat saya gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam bepergian ini."
       Orang buta dahulu itu berkata: "Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat kesukaran padamu karena tidak meluluskan permintaanmu pada hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil karena mengharapkan keridhaan Allah 'Azzawajalla."
      Malaikat itu lalu berkata: "Tahanlah hartamu artinya tidak diambil sedikitpun, sebab sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meridhai dirimu dan memurkai pada dua orang sahabatmu yakni si supak dan si botak." (Muttafaq alaih)
      Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang artinya: "Aku tidak akan membuat kesukaran padamu", itu diganti: La ahmaduka, artinya: "Aku tidak memujimu menyesali diriku sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan karena engkau membutuhkannya."
      Ketujuh: Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Orang yang cerdik berakal ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawanafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih."
      Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Imam Termidzi dan lain-lain ulama mengatakan bahwa makna Daana nafsahu artinya membuat perhitungan pada diri sendiri.
      Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setengah daripada kebaikan keislaman seseorang ialah apabila ia suka meninggalkan apa-apa yang tidak memberikan kemanfaatan padanya yakni ia tidak memerlukan untuk mencampuri urusan itu."
      Ini adalah Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan lain-lain.
      Keterangan:
      Meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah misalnya sesuatu yang memang bukan urusan kita atau sesuatu yang terang salah dan batil, maka tidak berguna kita membela atau menolongnya. Demikian pula sesuatu yang bila kita campuri, maka bukan makin baik dan mungkin mencelakakan diri kita sendiri. Semua itu baiklah kita tinggalkan, kalau kita ingin jadi orang Islam yang baik.
      Sabdanya Nabi s.a.w. An-naaqatut 'usyara, dengan dhammahnya 'ain dan fathahnya syin serta dengan mad (yakni dibaca panjang dengan diberi hamzah di belakang alif), artinya: bunting.
      Sabdanya Antaja dalam riwayat lain berbunyi Fanataja, artinya: Menguasai di waktu keluarnya anak unta. Natij bagi unta adalah sama halnya dengan Qabilah bagi wanita. Jadi natij, artinya penolong unta betina waktu beranak, sedang qabilah, artinya penolong wanita waktu melahirkan atau biasa dinamakan bidan.
      Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, Jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang.
      Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-'at biyal hibaalu, yaitu dengan ha' muhmalah (tanpa bertitik) dan ba' muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudan terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku). Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: "Laisa 'alaatbuulil hayaati nadamun," artinya: Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.
      Kesembilan: Dari Umar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah seseorang lelaki itu ditanya apa sebabnya ia memukul isterinya sebab mungkin ia akan malu jikalau sebab pemukulannya diketahui oleh orang lain." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya.
Baca Selengkapnya...

Rabu, 04 April 2012

COPAS? boleh juga

      Ketika seorang pemula menyalakan komputer kemudian membuka browser dan akan membuat web dengan maksud sebagai sarana menyalurkan bakat penulis, mencoba bisnis online, sebagai teman curhat kekesalan, kesedihan, kemarahan, kegembiraan atau apapun rasa hati yang bisa di keluarkan dalam bentuk tulisan, ataupun sekedar menghilangkan rasa penasaran saja. Sementara pengetahuan tutorial pembuatan web yang ia miliki serba pas-pasan. Maka ia akan mencari tahu dan mempelajari tata cara pembuatan web tersebut. Belajar dari buku kebanyakan teori dan belum tentu cocok dengan situs penyedia web gratisan. Yah.. satu-satunya cara yang cepat, praktis, dan langsung pada pokok permasahalannya sehingga mudah untuk dimengerti adalah melakukan copy paste atau copas.
      Jelekkah perbuatan Copas? tidak selamanya jelek?! Buat aku yang masih seorang pemula, copas adalah cara belajar yang efektif untuk menghindari mengantuk dan tidak memakan biaya yang banyak.
      Seorang Master SEO yang bijak ia pasti akan berbagi ilmu dan menyebarkannya. Apalagi kalau sang masternya tahu tentang agama, adalah wajib hukumnya untuk mengajarkan ilmu tersebut. Rosulullah saw bersabda:
      "Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka." (HR. Abu Dawud)
      "Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat." (HR. Al-Baihaqi)
      Ketakutan seorang master karena khawatir tulisannya dibajak karena tangan usil copas sangat dimaklumi dan wajar. Dan sudah pasti tergantung niat pribadi si copasnya saja apakah untuk tujuan mempelajari, ataukah menjiplak dengan mengaku-ngaku artikelnya ini yang patut dihindari.
     
Setiap langkah kearah manapun gerak hidup setiap yang bernyawa pasti dihadapkan pada dua pilihan. lurus atau belok, barat atau timur, jahat atau baik, jujur atau bohong, seluruhnya kita yang menentukan pilihan. satu kenyataan yang tidak bisa dihindari bahwa kedua pilihan tersebut memiliki resiko yang sama, baik besar ataupun kecil.
      Jadi, jika seorang penulis ketika tulisannya dijiplak seseorang adalah resiko yang suka atau tidak suka pasti ada. Akan lebih baik merasakan dijiplak, orang karena menulis dengan maksud ikhlas berbagi ilmu. Dari pada tidak pernah dijiplak karena tidak pernah menulis karena pelit. Oke..
      Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

"Mencaci-maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran." (Shahih Muslim No.97)
nbsp;     Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara." (Shahih Muslim No.4646)
So.. kedepankan berbaik sangka karena itu mampu menciptakan rasa puas terhadap apa yang telah kita kerjakan. Sekian dulu..
Baca Selengkapnya...

Senin, 02 April 2012

Aqidah Ketuhanan - Hasan Al Banna

Aqidah Ketuhanan - Hasan Al Banna
Bismillahirohmanirohim

     Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Ilahi. Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan dengan segala kesempurnaan ciptaannya. Maha Suci Allah dari segala prasangka dan praduga tentang bagaimana atau seperti apa bentuk dan wujud Zat Allah dari hamba-hambaMu.

     Shalawat dan salam tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad saw beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir.

Dilatar belakangi oleh banyaknya ummat Islam khususnya di daerah saya yang mengandai-andai, mengira-ngira ataupun mereka yang menyerupakan sesuatu dengan tuhannya, Maha Suci Allah. Saya mencoba meluruskan dengan menghadirkan karya Syaikh Hasan Al Banna tentang Aqidah ketuhanan.

     Semoga apa yang saya sajikan dapat memberi manfaat dan meluruskan apa yang sudah bengkok hati dan pikiran kita, sekalipun itu sudah banyak blogger yang menghadirkan karya-karya dengan tema yang sama. Menurut hemat saya akan lebih baik sasering mungkin menghadirkan tema ini, oleh karena teramat penting dan vital dalam keyakinan. Amiin.

Sumber Bacaan: Bab 1
Judul Buku: ILMU TAUHID (Matematika Iman)
Pengarang: Hasan Al Banna
Alih Bahasa: A Sjinqithi Djamaluddin
Penerbit: Al Ikhlas-Surabaya tahun 1987

1. ZAT ALLAH SWT

     Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita kepada kebenaran. Saudaraku, ketahuilah, bahwa zat Allah swt, Maha Besar, tak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia, karena akal pikiran manusia ini walaupun tinggi menjulang, masih dalam kekuatan dan kemampuan yang terbatas saja, sebagaimana yang akan dijelaskan di belakang nanti Insya Allah, bahwa akal manusia ini sangat terbatas sekali untuk mengetahui hakikat sesuatu.

     Hanya saja di sini perlu kami singgung, bahwa akal manusia ini, dari yang paling besar sampai kepada yang paling kecil, hanya dapat mengambil manfaat saja dari sesuatu, tapi tidak dapat mengetahui hakikat benda itu yang sebenarnya. Seperti listrik, magnet dan lain sebagainya, adalah energi yang dipergunakan dan diambil manfaatnya saja tanpa dipelajari, apakah yang sebenarnya hakikat benda itu sendiri, bahkan tak seorang pun dari tokoh ilmuwan dunia sampai saat ini yang mampu mengungkapkan, bahwa mengetahui hakikat dan zat sesuatu tidak berguna sama sekali bagi kita, dan bagi kita cukup hanya mengetahui keistimewaannya yang dapat memberi manfaat kepada kita saja.

     Apabila kemampuan kita sudah demikian dalam perkara yang telah kami singgung di muka, maka betapa lagi dapat kita mampu mengetahui zat Allah sebagai pencipta segala makhluk ini? Sungguh banyak orang yang benar-benar tersesat karena membicarakan zat Allah; maka sebab perkataannya itulah tersesat, celaka dan bertentangan, karena membicarakan hal yang tidak dapat dijangkau dan tidak mampu diselidiki hakikatnya. Karena itulah Rasulullah saw, melarang memikirkan Zat Allah, tapi beliau memerintahkan kita berpikir tentang makhluk-makhluk-Nya.

     Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa beberapa orang pernah memikir-mikir tentang zat Allah Azza wa Jalla. Maka Nabi saw, bersabda:

     “Pikirlah tentang makhluk Allah, jangan kamu memikir-mikirkan tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu mencapai kebesaran-Nya.”
Riwayat Abu Nu’aim dalam kitab “Hilyah” dengan sanad lemah, dan riwayat Ashbihani dalam kitab “Targhib dan Targhib” dengan sanad yang lebih sahih; demikian pula dalam riwayat Abu Syaikh. Pada pokoknya bahwa hadits ini shahihul ma’na.

     Walaupun demikian, maka hadits ini bukan berarti mencegah kebebasan kita berfikir, bukan pula berarti kita dilarang research dan bukan pula berarti mempersempit akal fikiran kita untuk memperluas scope-nya. Hanya saja hal yang sedemikian itu merupakan suatu benteng agar akal kita tidak mudah terjerumus ke dalam jurang kesesatan, dan tidak mudah terburu-buru menyelidiki hal-hal yang jalannya tidak cermat, yang juga dia tidak dimungkinkan menerobosnya, walaupun mempersiapkan diri dengan obat-obat kolesom yang sangat ampuh kemujarabannya. Demikian inilah teori hamba-hamba Allah yang shahih dan arif terhadap Allah dan kebesaran-Nya.

     Pernah Abu Bakar Dalaf bin Jahdar Asy Syubli ditanyakan tentang Allah swt, maka dia menjawab:“Dialah Allah, Esa, Maha Dikenal sebelum adanya hukum dan huruf.”

     Abu Zakaria Yahya bin Mu’adz Ar Razi juga pernah ditanya : “beritahukanlah kepadaku tentang Allah."
Maka jawabannya: “Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa.”
Lalu dia ditanya lagi: "Bagaimanakah Dia?."
Dijawab: “Raja Yang Maha Berkuasa.”
Ditanyakan lagi : "Di manakah Dia."
Dijawab: “Dia benar-benar mengawasi.”
Penanya itu lalu berkata: "Aku tidak menanyakan tenang itu."
Abu Zakaria lalu menjawabnya: “Selain dari apa yang telah aku jawab adalah sifat makhluk, sedang sifat Allah tidak dapat saya ungkapkannya kepadamu”.

     Karena itu batasilah kemauan anda untuk mengetahui kebesaran Allah dengan caara merenungkan makhluk-Nya saja dengan berpegang teguh kepada sifat-sifat-Nya pasti itu.

2. NAMA-NAMA ALLAH SWT

     Di kalangan semua makhluk ini, Allah Maha Pencipta dan pembentuk, memang sudah terkenal dengan beberapa nama dan sifat yang layak bagi-Nya; yang sebaiknya harus dihafal oleh orang mu’min untuk mendapatkan barokahnya, dan untuk dinikmati kesedapan sebutannya dan kebesaran kadar kemuliaannya. Karena itu, peganglah hadits Rasulullah saw, dan sebaik-baik guide (penuntun) adalah lisan wahyu dan obor kenabian.

     Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata, bersabda Rasulullah saw,

     “Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu, maka seorang yang menghafalnya, pasti dia masuk surga; Dia adalah ganjil, maka menyukai ganjil pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

     Dalam suatu riwayat Imam Bukhari beliau bersabda:

     “Barangsiapa yang menghitung-hitungnya, maka dia masuk surga.”

     Juga Imam Tirmidzi meriwayatkannya dan dia menambahkannya:

     “Dia adalah Allah, tiada Tuhan selain Dia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa (Disiplin), Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Maha Pencipta, Maha Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Maha Pengampun, Maha Mengalahkan, Maha Pemberi, Maha Pemberi Rizki, Maha Pembuka, Maha Mengetahui, Maha Menahan, Yang Melepaskan, Yang Merendahkan, Yang Mengangkat, Yang Menjadikan Mulia, Yang Menjadikan Hina, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Menjadi Hakim, Yang Adil, Yang Maha Halus, Yang Mengetahui, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Besar, Yang Maha Pengampun, Maha Pembalas Jasa, Maha Luhur, Yang Agung, Yang Mama Memelihara, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mencukupi, Yang Maha Besar, Yang Maha Mulia, Yang Maha Mengawasi, Maha Mengabulkan, Yang Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Pemurah, Yang Membangkitkan, Yang Maha Mengetahui, Yang Benar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kokoh, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Tepat Menghitungnya, Yang Memulai Mencipta, Yang Mencipta Kembali, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Hidup; Yang Terus Mengurusi Makhluk-Nya, Yang Mengadakan, Yang Mulia, Yang Esa, Yang Menjadi Tempat Bergantung Semua Makhluk, Yang Kuasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memajukan, Yang Mengundurkan, Yang Pertama, Yang Akhir, Yang Terang, Yang Samar, Yang Melindungi, Yang Maha Luhur, Yang Melimpahkan Kebaikan, Yang Maha Menerima Taubat, Yang Membalas, Yang Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Raja, Yang Mempunyai Kebesaran Dan Kemuliaan, Yang Berbuat Adil, Yang Menghimpun, Yang Kaya, Yang Membuat Kaya, Yang Menahan, Yang Memberi Bahaya, Yang Memberi Manfaat, Cahaya, Yang Memberi Petunjuk, Yang Maha Mencipta, Yang Kekal, Yang Memberi Pusaka, Yang Maha Menuntut Kepada Kebaikan, Lagi Yang Maha Sabar.”
Baca Selengkapnya...

Minggu, 01 April 2012

Zuhud - Aa Gym

Zuhud - Aa Gym
Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :

Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya.

Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.

Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta.
Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja.
Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.

Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja.
Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan.

Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah. Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk.

Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.

Andai kata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.

Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Maha Tahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.

Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.

Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantangpetenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.

Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah,deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.

Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***
Baca Selengkapnya...

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym
Bismillahirohmannirohim

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!

Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan,

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.

Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.

Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.

Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan. Misalnya saja shalat,

"Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya." (QS. Al Muminuun [23] : 1-2)

Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya,

"Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!" QS. Al Maaun [107] : 4-5)

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5).

Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.

Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih banyak dari pada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.

Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.

Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.

Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.

Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!

Ingat, wahai hamba-hamba Allah,

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!"(QS. Ali Imran: 110)
Baca Selengkapnya...

Coretan Tamu

CORETAN TAMU