Minggu, 19 Februari 2012

Hakikat Kehidupan yang Sesungguhnya

Sumber: Judul Buku: Hidup Setelah Mati (Fase Perjalanan Manusia Menuju Akhirat) Bab.1
             Penyusun   : Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah
             Penerbit     : Granada Mediatama

     Setiap kita saat ini sebenarnya sedang berada dalam sebuah penantian menuju perjalanan yang meletihkan. Sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian, negeri yang akan memisahkan orang-orang fajir dan orang-orang shalih yang beriman, negeri yang iman seseorang akan memberikan manfaat baginya sedang penyesalan seseorang tidak akan membawa manfaat baginya. Inilah sebuah fase perjalanan yang menyebabkan manusia akan brkata "Sungguh hidup kita di dunia tidak lebih dari sesaat saja". Bagaimana mereka tidak mengatakan bahwa 60 tahun hidup yang mereka jalani di dunia bagai hidup sesaat saja? Bukankah satu hari di padang mahsyar sepeerti 50.000 tahun hidup yang sesungguhnya. Bagaimana kita dapat membayangkan letih dan lamanya masa saat itu? Hidup dalam keadaan telanjang tanpa mengenakan selembar benangpun, berdiri di atas tanah yang hanya cukup untuk kedua telapak kaki, tanpa makanan dan minuman, tanpa naungan dan hiburan, tanpa hubungan nasab dan tali persaudaraan. Seluruh manusia dari sejak Adam hingga mereka yang menyaksikan kehancuran alam semesta akan dikumpulkan menjadi satu. Langit dan bumi sudah diganti dengan yang baru. Matahari didekatkan hingga satu mil di atas ubun-ubun manusia, keringat bercucuran dan semuanya hanya akan sibuk dengan dirinya sendiri. Sebuah pemandangan yang paling mengrikan dan menakutkan bagi setiap yang menyaksikan.
     Sesungguhnya seorang hamba dituntut untuk mengetahui masa depan hidupnya yang hakiki, sehingga ia akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Setiap manusia akan membuat garis hidupnya untuk menghadapi kehidupan dunia ini dan masa depannya. Padahal sesaatnya kehidupan dunia itu tiadalah sebanding dengan kehidupan dan masa depannya yang hakiki itu. Dengan demikian, sudah selayaknya jika seorang mukmin yang berakal telah menggariskan untuk dunianya dan lebih-lebih akhiratnya.
     Ada seorang yang datang kepada Sufyan Ats Tsauri rhm lalu berkata: "Berilah aku nasehat"' kemudian Sufyan berkata: "Beramallah kamu untuk dunia sesuai dengan lamanya kamu tinggal di situ, dan beramallah kamu untuk akhiratmu berdasarkan kekekalan dan keselamatanmu di akhirat."1
     Kehidupan di dunia hanyalah ladang untuk beramal dan beribadah kepada Allah, demi meraih panen yang baik di akhirat kelak. Dunia adalah tempat beramal dan berkarya, dan akhirat adalah tempat hidup yang sebenarnya, karena di sanalah semua usaha manusia dan jin akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Dengan demikian, kehidupan dunia sejatinya adalah medan ujian. Ujian untuk menentukan siapa yang taat kepada Allah dan siapa yang durhaka kepada-Nya. Ujian untuk menentukan siapa yang bersyukur kepada Allah dan siapa yang kufur kepada nikmat-Nya. Ujian untuk mengukur siapa yang lebih baik amal dan takwanya. Allah berfirman:
"Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling baik amal perbuatannya." (QS. Al-Mulk: 2)
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya." (QS. Al-Kahfi: 7)
"Dan Kami menguji mereka dengan nikmat-nikmat yang baik dan bencana-bencana yang buruk, agar mereka kembali kepada kebenaran." (QS. Al-A'raf: 168)
"Dan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian akan dikembalikan." (QS. Al-Anbiya: 35)
      Menafsirkan ayat di atas, iamam Ibnu Katsir berkata: "Maksudnya adalah Kami menguji kalian, terkadang dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan. Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur; siapa yang bersabar dan siapa yang putus asa. Ebnu Abbas berkata: "Kami akan menguji kalian dengan kesusahan dan kelapangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan."2
     Tatkala nabi Sulaiman melihat singgasana ratu Saba dibawa ke hadapannya dalam waktu yang sangat singkat, tak melebihi waktu yang dibutuhkan untuk mengedipkan mata, ia mengatakan: "Ini adalah karunia dari Allah untuk mengujiku apakah aku akan bersyukur atau mengkufuri nikmat sendiri. Dan barang siapa yang kufur, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya Lagi Maha Mulia." (QS. An-Naml: 40)
     Agar manusia dan jin tidak tertipu oleh keindahan hidup di dunia dan terpedaya oleh bujuk rayu setan, Allah memperingatkan mereka akan kecilnya kenikmatan hidup di dunia, bila dibandingkan dengan kenikmatan hidup di akhirat. Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits nabawi yang menegaskan betapa remeh, tidak berharga, dan tercelanya dunia dengan segala bentuk keindahan dan perhiasannya.
     Allah berfirman :
     Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Ali Imran: 185)
     Dan kehidupan di dunia itu tidak lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh, akhirat itu adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, maka tidakkah kalian memahaminya. (QS. Al-An'am: 32)
     Dan kehidupan di dunia itu tidak lain hanyalah sendau gurau dan main-main belaka. Dan sesungguhna akhirat itu kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui. (QS. aL-Ankabut:64)
     Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan sesungguhnya akhirat itu negeri yang kekal. (QS. Ghaafir: 39)
     Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 14)
     Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah di antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Ia seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras, ampunan dari Allah dan keridhaaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid: 20)
     Rasulullah bersabda:
     "Sekiranya nilai dunia ini di sisi Allah sebanding dengan satu sayap nyamuk, tentulah Allah tidak akan memberi kenikmatan dunia kepada seorang kafir pun, meski sekedar seteguk air minum."3

     Dari Mustaurid bin Syadad, ia berkata: Rasulallah bersabda:
     "Demi Allah! Tidaklah nilai kenikmatan hidup dunia di akhirat kelak kecuali seperti salah seorang di antara kalian yang memasukkan sebuah jarinya ke dalam air laut. Maka hendaklah ia melihat berapa banyak air yang menempel pada jarinya manakala diangkat dari dalam air laut."4

     Orang-orang yang beriman dan bertakwa tidak akan tertipu oleh keindahan hidup dunia dan bujuk rayu setan. Mereka akan mempergunakan seluruh kenikmatan duniawi yang mereka miliki sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mempersiapkan bekal ke akhirat kelak. Mereka hanya mengambil kenikmatan dunia sebatas apa yang mencukupi standar kelayakan hidup semata. Selebihnya mereka curahkan beramal shaleh demi mengharapkanan hidup yang lebih baik dan kekal di surga kelak. Sebagaimana firman Allah:
     Maukah kalian Aku beritahukan hal yang lebih baik dari seluruh harta kekayaan tersebut? Yaitu orang-orang yang bertakwa. Bagi mereka di sisi Rabb ada surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Bagi mereka pasangan-pasangan yang suci dan ridha dari Allah dan Allah maha Mengetahui hamba-hamba-Nya.

     Yaitu orang-orang yang mengatakan: "Wahai Rabb kami! Sesungguhnya kami telah beriman maka anpunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari siksa neraka."

    Mereka adalah orang-orang yang senantiasa bersabar, berkata jujur, tekun beribadah, gemar mensedekahkan sebagian harta, dan meminta ampunan Allah di waktu sahur. (QS. Ali Imran: 15-17)


Ups...?! Mataku sudah berkunang-kunang, badan terasa nyeri, kaki dan tangan jadi kaku, terlebih jemari sepertinya enggan untuk melanjutkan ketak-ketik.. Padahal tugas ini belum selesai... Ah... Biarin?!! Aku lanjutkan besok saja yah..
Baca Selengkapnya...

Coretan Tamu

CORETAN TAMU