Pagi-pagi buta pintu kamar Eddy sudah ada yang menggedor-gedor. Eddy yang lagi asyik ngorok setelah begadang semalam suntuk dalam rangka menghadapi UTS, kontan bangun sambil ngurut dada. Astagfirullah... bangun-bangun... makan nasi sama sate kambing..mulut Eddy komat-kamit.
"Kamu merasa punya teman bernama Sarimuka Ratugonggong nggak? Dia nunggu di depan tuh,"lapor Bibi Maryam.
"Ratugonggong?" tanya Eddy masih dengan mata stun,"Rajagukguk kali, Bi?"
"Apa bedanya? Toh kedua-duanya bisa bikin kita lari terbirit-birit."
"Beda dong, Bi. Kalo Rajagukguk itu orang Batak."
"Kalo Ratugonggong?"
"Itu karangan Bibi. Mana ada orang Batak marganya Ratugonggong?"
"Ya sudah, cepatlah kau temui si Rajagukguk itu, sebelum dia teriak-teriak lagi macam kenek metromini," kata Bibi dengan logat Batak yang maksa banget.
Di teras rumah Eddy, Sarimuka sudah menunggu Eddy dengan nggak sabar.
"Ada apan sih, Muk? Tumben pagi-pagi banget lo ke sini?" tanya Eddy.
"Aku mau minta tolong sama kau, Dy. Kau tahu kan, sebentar lagi hari Natal tiba. Nah, aku ingin bikin pohon terang yang lain dari yang lain."
"Lain dari yang lain gimana maksud elo?"
"Selama ini kan orang kalau bikin pohon natal lanskapnya yang itu-itu saja. Nah, tahun ini, aku pengin bikin pohon natal dengan lanskap kandang domba, lengkap dengan domba aslinya. Kau bisa tolong aku nggak di mana beli domba yang baru saja melahirkan?"
"Kenapa mesti domba yang habis melahirkan?"
"Iya dong, soalnya itu melambangkan kelahiran Yesus Kristus ke dunia."
"Hmm...domba yang habis melahirkan sih bisa dicari. Tapi, apa elo udah mikirin akibatnya?"
"Akibat apa?"
"Ya elo tahu kan, domba itu beda sama kucing. Domba itu, biar elo kasih parfum dari Paris sekalipun, baunya tetep bikin hidung elo kriting. Emang rencananya pohon natal itu mau dibikin di mana?"
"Di kamar tidurku."
"Sempurna!" Eddy menjentikkan jarinya. "Tapi, kalo itu nggak masalah buat elo sih nggak apa-apa juga."
"Ya buatku sih nggak masalah, soalnya rencanaku domba-domba itu akan aku mandikan setiap pagi dan sore. Bulu-bulunya akan ku keramasi pake shampo anti ketombe, biar wangi terus gitu."
Jadilah hari itu Eddy ngantar teman kuliahnya itu mencari domba yang baru melahirkan. Dengan menumpang pick up mereka keliling kampung buat berburu juragan kambing yang punya domba jenis itu.
"Domba yang baru melahirkan? Ada juga domba yang baru keguguran," kata seorang juragan kambing.
"Wah, kita cari domba yang baru melahirkan lengkap sama anaknya, Bang,"sahut Sarimuka.
"Harus anak kandungnya ya? Kalo anak pungut gimana?" tanya sang jurkam.
"Kalo anak pungut nggak punya hak waris, Pak," sela Eddy.
"Waduh, susah juga ya. Domba yang habis keguguran ini aja udah lama nggak mau diajak berhubungan intim sama jantannya."
"Emang kenapa, Bang?"
"Nggak tahu, kayaknya dia ogah melahirkan lagi. Frigid gitu lho. Jangan-jangan dia udah menopause ya?"
Eddy dan Sarimuka pun ngeloyor ke tempat penjualan kambing yang lain.
"Aduh, susah juga nyari kambing habis melahirkan ya, Dy?" keluh Sarimuk.
"Ya, soalnya kita kan nggak punya RS bersalin khusus kambing, Muk," sahut Eddy asal."Nah, tuh ada yang jual kambing lagi. Siapa tahu yang ini punya kambing yang kita cari."
Eddy dan Sarimuka menghampiri sang penjual kambing.
"Pak, kambing-kambingnya kalem banget? Dikasih makan apa, Pak?" tanya Eddy berbasa-basi.
"Yang mana? yang hitam atau yang putih?"
"Yang hitam..."
"Oh, kalo yang hitam makannya rumput liar"
"Ohh...kalo yang putih?"
"Yang putih juga.."
"Kambing-kambing ini kuat makan berapa banyak, Pak?" tanya Sarimuka.
"Yang mana nih? Yang hitam apa yang putih?"
"Yang hitam deh.."
"Oh, kalo yang hitam 4 karung sehari"
"Kalo yang putih?" sela Eddy.
"Yang putih juga.."
Eddy dan Sarimuka mulai saling pandang sambil manyun.
"Kambing ini menghasilkan berapa anak pertahunnya, Pak"
"Yang mana? Yang hitam atau yang putih?"
"Yang hitam dulu deh," sahut Eddy dengan sebal.
"Oh, yang hitam, banyak...30 ekorlah pertahunnya."
"Kalo yang putih...?" sela Sarimuka.
"Yang putih juga," sahut tukang kambing dengan entengnya.
"Kenapa sih Bapak selalu ngebedain kedua kambing ini kalo emang jawabannya sama?" tanya Eddy, nggak tahan lagi dengan rasa kesalnya.
"Oh, gini, dik, soalnya yang hitam itu punya saya... "
"Oh, gitu...maaf deh saya nggak tahu, Pak. Ngg...kalo yang putih?"
"Yang putih juga."
"Alamak! Repot kali ngomong dengan abang satu ini," celetuk Sarimuka dengan marahnya.
Eddy pun mengutarakan maksudnya mencari kambing habis melahirkan.
"Wah, kalian berdua memang beruntung. Baru saja kambing saya ada yang melahirkan, empat ekor sekaligus anaknya."
"Sarimuka girang betul, kesampaian juga maksud hatinya bikin pohon natal dengan dekor kandang kambing di kamarnya."
"Tapi, anak-anak kambing ini nggak punya bapak, Mas. Soalnya nggak ada kambing jantan yang mau bertanggung jawab."
"Biarin deh, Bang. Teman saya ini yang bakal tanggung jawab," sahut Eddy.
"Iya, Bang. Saya ini laki-laki yang bertanggung jawab lho," timpal Sarimuka sambil memeriksa keadaan kambing yang dicarinya... bersambung...
Sumber kisah: Majalah ANNIDA
"Kamu merasa punya teman bernama Sarimuka Ratugonggong nggak? Dia nunggu di depan tuh,"lapor Bibi Maryam.
"Ratugonggong?" tanya Eddy masih dengan mata stun,"Rajagukguk kali, Bi?"
"Apa bedanya? Toh kedua-duanya bisa bikin kita lari terbirit-birit."
"Beda dong, Bi. Kalo Rajagukguk itu orang Batak."
"Kalo Ratugonggong?"
"Itu karangan Bibi. Mana ada orang Batak marganya Ratugonggong?"
"Ya sudah, cepatlah kau temui si Rajagukguk itu, sebelum dia teriak-teriak lagi macam kenek metromini," kata Bibi dengan logat Batak yang maksa banget.
Di teras rumah Eddy, Sarimuka sudah menunggu Eddy dengan nggak sabar.
"Ada apan sih, Muk? Tumben pagi-pagi banget lo ke sini?" tanya Eddy.
"Aku mau minta tolong sama kau, Dy. Kau tahu kan, sebentar lagi hari Natal tiba. Nah, aku ingin bikin pohon terang yang lain dari yang lain."
"Lain dari yang lain gimana maksud elo?"
"Selama ini kan orang kalau bikin pohon natal lanskapnya yang itu-itu saja. Nah, tahun ini, aku pengin bikin pohon natal dengan lanskap kandang domba, lengkap dengan domba aslinya. Kau bisa tolong aku nggak di mana beli domba yang baru saja melahirkan?"
"Kenapa mesti domba yang habis melahirkan?"
"Iya dong, soalnya itu melambangkan kelahiran Yesus Kristus ke dunia."
"Hmm...domba yang habis melahirkan sih bisa dicari. Tapi, apa elo udah mikirin akibatnya?"
"Akibat apa?"
"Ya elo tahu kan, domba itu beda sama kucing. Domba itu, biar elo kasih parfum dari Paris sekalipun, baunya tetep bikin hidung elo kriting. Emang rencananya pohon natal itu mau dibikin di mana?"
"Di kamar tidurku."
"Sempurna!" Eddy menjentikkan jarinya. "Tapi, kalo itu nggak masalah buat elo sih nggak apa-apa juga."
"Ya buatku sih nggak masalah, soalnya rencanaku domba-domba itu akan aku mandikan setiap pagi dan sore. Bulu-bulunya akan ku keramasi pake shampo anti ketombe, biar wangi terus gitu."
Jadilah hari itu Eddy ngantar teman kuliahnya itu mencari domba yang baru melahirkan. Dengan menumpang pick up mereka keliling kampung buat berburu juragan kambing yang punya domba jenis itu.
"Domba yang baru melahirkan? Ada juga domba yang baru keguguran," kata seorang juragan kambing.
"Wah, kita cari domba yang baru melahirkan lengkap sama anaknya, Bang,"sahut Sarimuka.
"Harus anak kandungnya ya? Kalo anak pungut gimana?" tanya sang jurkam.
"Kalo anak pungut nggak punya hak waris, Pak," sela Eddy.
"Waduh, susah juga ya. Domba yang habis keguguran ini aja udah lama nggak mau diajak berhubungan intim sama jantannya."
"Emang kenapa, Bang?"
"Nggak tahu, kayaknya dia ogah melahirkan lagi. Frigid gitu lho. Jangan-jangan dia udah menopause ya?"
Eddy dan Sarimuka pun ngeloyor ke tempat penjualan kambing yang lain.
"Aduh, susah juga nyari kambing habis melahirkan ya, Dy?" keluh Sarimuk.
"Ya, soalnya kita kan nggak punya RS bersalin khusus kambing, Muk," sahut Eddy asal."Nah, tuh ada yang jual kambing lagi. Siapa tahu yang ini punya kambing yang kita cari."
Eddy dan Sarimuka menghampiri sang penjual kambing.
"Pak, kambing-kambingnya kalem banget? Dikasih makan apa, Pak?" tanya Eddy berbasa-basi.
"Yang mana? yang hitam atau yang putih?"
"Yang hitam..."
"Oh, kalo yang hitam makannya rumput liar"
"Ohh...kalo yang putih?"
"Yang putih juga.."
"Kambing-kambing ini kuat makan berapa banyak, Pak?" tanya Sarimuka.
"Yang mana nih? Yang hitam apa yang putih?"
"Yang hitam deh.."
"Oh, kalo yang hitam 4 karung sehari"
"Kalo yang putih?" sela Eddy.
"Yang putih juga.."
Eddy dan Sarimuka mulai saling pandang sambil manyun.
"Kambing ini menghasilkan berapa anak pertahunnya, Pak"
"Yang mana? Yang hitam atau yang putih?"
"Yang hitam dulu deh," sahut Eddy dengan sebal.
"Oh, yang hitam, banyak...30 ekorlah pertahunnya."
"Kalo yang putih...?" sela Sarimuka.
"Yang putih juga," sahut tukang kambing dengan entengnya.
"Kenapa sih Bapak selalu ngebedain kedua kambing ini kalo emang jawabannya sama?" tanya Eddy, nggak tahan lagi dengan rasa kesalnya.
"Oh, gini, dik, soalnya yang hitam itu punya saya... "
"Oh, gitu...maaf deh saya nggak tahu, Pak. Ngg...kalo yang putih?"
"Yang putih juga."
"Alamak! Repot kali ngomong dengan abang satu ini," celetuk Sarimuka dengan marahnya.
Eddy pun mengutarakan maksudnya mencari kambing habis melahirkan.
"Wah, kalian berdua memang beruntung. Baru saja kambing saya ada yang melahirkan, empat ekor sekaligus anaknya."
"Sarimuka girang betul, kesampaian juga maksud hatinya bikin pohon natal dengan dekor kandang kambing di kamarnya."
"Tapi, anak-anak kambing ini nggak punya bapak, Mas. Soalnya nggak ada kambing jantan yang mau bertanggung jawab."
"Biarin deh, Bang. Teman saya ini yang bakal tanggung jawab," sahut Eddy.
"Iya, Bang. Saya ini laki-laki yang bertanggung jawab lho," timpal Sarimuka sambil memeriksa keadaan kambing yang dicarinya... bersambung...
Sumber kisah: Majalah ANNIDA