Rabu, 04 April 2012

COPAS? boleh juga

      Ketika seorang pemula menyalakan komputer kemudian membuka browser dan akan membuat web dengan maksud sebagai sarana menyalurkan bakat penulis, mencoba bisnis online, sebagai teman curhat kekesalan, kesedihan, kemarahan, kegembiraan atau apapun rasa hati yang bisa di keluarkan dalam bentuk tulisan, ataupun sekedar menghilangkan rasa penasaran saja. Sementara pengetahuan tutorial pembuatan web yang ia miliki serba pas-pasan. Maka ia akan mencari tahu dan mempelajari tata cara pembuatan web tersebut. Belajar dari buku kebanyakan teori dan belum tentu cocok dengan situs penyedia web gratisan. Yah.. satu-satunya cara yang cepat, praktis, dan langsung pada pokok permasahalannya sehingga mudah untuk dimengerti adalah melakukan copy paste atau copas.
      Jelekkah perbuatan Copas? tidak selamanya jelek?! Buat aku yang masih seorang pemula, copas adalah cara belajar yang efektif untuk menghindari mengantuk dan tidak memakan biaya yang banyak.
      Seorang Master SEO yang bijak ia pasti akan berbagi ilmu dan menyebarkannya. Apalagi kalau sang masternya tahu tentang agama, adalah wajib hukumnya untuk mengajarkan ilmu tersebut. Rosulullah saw bersabda:
      "Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka." (HR. Abu Dawud)
      "Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat." (HR. Al-Baihaqi)
      Ketakutan seorang master karena khawatir tulisannya dibajak karena tangan usil copas sangat dimaklumi dan wajar. Dan sudah pasti tergantung niat pribadi si copasnya saja apakah untuk tujuan mempelajari, ataukah menjiplak dengan mengaku-ngaku artikelnya ini yang patut dihindari.
     
Setiap langkah kearah manapun gerak hidup setiap yang bernyawa pasti dihadapkan pada dua pilihan. lurus atau belok, barat atau timur, jahat atau baik, jujur atau bohong, seluruhnya kita yang menentukan pilihan. satu kenyataan yang tidak bisa dihindari bahwa kedua pilihan tersebut memiliki resiko yang sama, baik besar ataupun kecil.
      Jadi, jika seorang penulis ketika tulisannya dijiplak seseorang adalah resiko yang suka atau tidak suka pasti ada. Akan lebih baik merasakan dijiplak, orang karena menulis dengan maksud ikhlas berbagi ilmu. Dari pada tidak pernah dijiplak karena tidak pernah menulis karena pelit. Oke..
      Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

"Mencaci-maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran." (Shahih Muslim No.97)
nbsp;     Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara." (Shahih Muslim No.4646)
So.. kedepankan berbaik sangka karena itu mampu menciptakan rasa puas terhadap apa yang telah kita kerjakan. Sekian dulu..
Baca Selengkapnya...

Senin, 02 April 2012

Aqidah Ketuhanan - Hasan Al Banna

Aqidah Ketuhanan - Hasan Al Banna
Bismillahirohmanirohim

     Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Ilahi. Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan dengan segala kesempurnaan ciptaannya. Maha Suci Allah dari segala prasangka dan praduga tentang bagaimana atau seperti apa bentuk dan wujud Zat Allah dari hamba-hambaMu.

     Shalawat dan salam tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad saw beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir.

Dilatar belakangi oleh banyaknya ummat Islam khususnya di daerah saya yang mengandai-andai, mengira-ngira ataupun mereka yang menyerupakan sesuatu dengan tuhannya, Maha Suci Allah. Saya mencoba meluruskan dengan menghadirkan karya Syaikh Hasan Al Banna tentang Aqidah ketuhanan.

     Semoga apa yang saya sajikan dapat memberi manfaat dan meluruskan apa yang sudah bengkok hati dan pikiran kita, sekalipun itu sudah banyak blogger yang menghadirkan karya-karya dengan tema yang sama. Menurut hemat saya akan lebih baik sasering mungkin menghadirkan tema ini, oleh karena teramat penting dan vital dalam keyakinan. Amiin.

Sumber Bacaan: Bab 1
Judul Buku: ILMU TAUHID (Matematika Iman)
Pengarang: Hasan Al Banna
Alih Bahasa: A Sjinqithi Djamaluddin
Penerbit: Al Ikhlas-Surabaya tahun 1987

1. ZAT ALLAH SWT

     Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita kepada kebenaran. Saudaraku, ketahuilah, bahwa zat Allah swt, Maha Besar, tak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia, karena akal pikiran manusia ini walaupun tinggi menjulang, masih dalam kekuatan dan kemampuan yang terbatas saja, sebagaimana yang akan dijelaskan di belakang nanti Insya Allah, bahwa akal manusia ini sangat terbatas sekali untuk mengetahui hakikat sesuatu.

     Hanya saja di sini perlu kami singgung, bahwa akal manusia ini, dari yang paling besar sampai kepada yang paling kecil, hanya dapat mengambil manfaat saja dari sesuatu, tapi tidak dapat mengetahui hakikat benda itu yang sebenarnya. Seperti listrik, magnet dan lain sebagainya, adalah energi yang dipergunakan dan diambil manfaatnya saja tanpa dipelajari, apakah yang sebenarnya hakikat benda itu sendiri, bahkan tak seorang pun dari tokoh ilmuwan dunia sampai saat ini yang mampu mengungkapkan, bahwa mengetahui hakikat dan zat sesuatu tidak berguna sama sekali bagi kita, dan bagi kita cukup hanya mengetahui keistimewaannya yang dapat memberi manfaat kepada kita saja.

     Apabila kemampuan kita sudah demikian dalam perkara yang telah kami singgung di muka, maka betapa lagi dapat kita mampu mengetahui zat Allah sebagai pencipta segala makhluk ini? Sungguh banyak orang yang benar-benar tersesat karena membicarakan zat Allah; maka sebab perkataannya itulah tersesat, celaka dan bertentangan, karena membicarakan hal yang tidak dapat dijangkau dan tidak mampu diselidiki hakikatnya. Karena itulah Rasulullah saw, melarang memikirkan Zat Allah, tapi beliau memerintahkan kita berpikir tentang makhluk-makhluk-Nya.

     Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa beberapa orang pernah memikir-mikir tentang zat Allah Azza wa Jalla. Maka Nabi saw, bersabda:

     “Pikirlah tentang makhluk Allah, jangan kamu memikir-mikirkan tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu mencapai kebesaran-Nya.”
Riwayat Abu Nu’aim dalam kitab “Hilyah” dengan sanad lemah, dan riwayat Ashbihani dalam kitab “Targhib dan Targhib” dengan sanad yang lebih sahih; demikian pula dalam riwayat Abu Syaikh. Pada pokoknya bahwa hadits ini shahihul ma’na.

     Walaupun demikian, maka hadits ini bukan berarti mencegah kebebasan kita berfikir, bukan pula berarti kita dilarang research dan bukan pula berarti mempersempit akal fikiran kita untuk memperluas scope-nya. Hanya saja hal yang sedemikian itu merupakan suatu benteng agar akal kita tidak mudah terjerumus ke dalam jurang kesesatan, dan tidak mudah terburu-buru menyelidiki hal-hal yang jalannya tidak cermat, yang juga dia tidak dimungkinkan menerobosnya, walaupun mempersiapkan diri dengan obat-obat kolesom yang sangat ampuh kemujarabannya. Demikian inilah teori hamba-hamba Allah yang shahih dan arif terhadap Allah dan kebesaran-Nya.

     Pernah Abu Bakar Dalaf bin Jahdar Asy Syubli ditanyakan tentang Allah swt, maka dia menjawab:“Dialah Allah, Esa, Maha Dikenal sebelum adanya hukum dan huruf.”

     Abu Zakaria Yahya bin Mu’adz Ar Razi juga pernah ditanya : “beritahukanlah kepadaku tentang Allah."
Maka jawabannya: “Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa.”
Lalu dia ditanya lagi: "Bagaimanakah Dia?."
Dijawab: “Raja Yang Maha Berkuasa.”
Ditanyakan lagi : "Di manakah Dia."
Dijawab: “Dia benar-benar mengawasi.”
Penanya itu lalu berkata: "Aku tidak menanyakan tenang itu."
Abu Zakaria lalu menjawabnya: “Selain dari apa yang telah aku jawab adalah sifat makhluk, sedang sifat Allah tidak dapat saya ungkapkannya kepadamu”.

     Karena itu batasilah kemauan anda untuk mengetahui kebesaran Allah dengan caara merenungkan makhluk-Nya saja dengan berpegang teguh kepada sifat-sifat-Nya pasti itu.

2. NAMA-NAMA ALLAH SWT

     Di kalangan semua makhluk ini, Allah Maha Pencipta dan pembentuk, memang sudah terkenal dengan beberapa nama dan sifat yang layak bagi-Nya; yang sebaiknya harus dihafal oleh orang mu’min untuk mendapatkan barokahnya, dan untuk dinikmati kesedapan sebutannya dan kebesaran kadar kemuliaannya. Karena itu, peganglah hadits Rasulullah saw, dan sebaik-baik guide (penuntun) adalah lisan wahyu dan obor kenabian.

     Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata, bersabda Rasulullah saw,

     “Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu, maka seorang yang menghafalnya, pasti dia masuk surga; Dia adalah ganjil, maka menyukai ganjil pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

     Dalam suatu riwayat Imam Bukhari beliau bersabda:

     “Barangsiapa yang menghitung-hitungnya, maka dia masuk surga.”

     Juga Imam Tirmidzi meriwayatkannya dan dia menambahkannya:

     “Dia adalah Allah, tiada Tuhan selain Dia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa (Disiplin), Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Maha Pencipta, Maha Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Maha Pengampun, Maha Mengalahkan, Maha Pemberi, Maha Pemberi Rizki, Maha Pembuka, Maha Mengetahui, Maha Menahan, Yang Melepaskan, Yang Merendahkan, Yang Mengangkat, Yang Menjadikan Mulia, Yang Menjadikan Hina, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Menjadi Hakim, Yang Adil, Yang Maha Halus, Yang Mengetahui, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Besar, Yang Maha Pengampun, Maha Pembalas Jasa, Maha Luhur, Yang Agung, Yang Mama Memelihara, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mencukupi, Yang Maha Besar, Yang Maha Mulia, Yang Maha Mengawasi, Maha Mengabulkan, Yang Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Pemurah, Yang Membangkitkan, Yang Maha Mengetahui, Yang Benar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kokoh, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Tepat Menghitungnya, Yang Memulai Mencipta, Yang Mencipta Kembali, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Hidup; Yang Terus Mengurusi Makhluk-Nya, Yang Mengadakan, Yang Mulia, Yang Esa, Yang Menjadi Tempat Bergantung Semua Makhluk, Yang Kuasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memajukan, Yang Mengundurkan, Yang Pertama, Yang Akhir, Yang Terang, Yang Samar, Yang Melindungi, Yang Maha Luhur, Yang Melimpahkan Kebaikan, Yang Maha Menerima Taubat, Yang Membalas, Yang Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Raja, Yang Mempunyai Kebesaran Dan Kemuliaan, Yang Berbuat Adil, Yang Menghimpun, Yang Kaya, Yang Membuat Kaya, Yang Menahan, Yang Memberi Bahaya, Yang Memberi Manfaat, Cahaya, Yang Memberi Petunjuk, Yang Maha Mencipta, Yang Kekal, Yang Memberi Pusaka, Yang Maha Menuntut Kepada Kebaikan, Lagi Yang Maha Sabar.”
Baca Selengkapnya...

Minggu, 01 April 2012

Zuhud - Aa Gym

Zuhud - Aa Gym
Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :

Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya.

Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.

Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta.
Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja.
Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.

Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja.
Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan.

Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah. Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk.

Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.

Andai kata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.

Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Maha Tahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.

Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.

Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantangpetenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.

Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah,deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.

Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***
Baca Selengkapnya...

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym
Bismillahirohmannirohim

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!

Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan,

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.

Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.

Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.

Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan. Misalnya saja shalat,

"Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya." (QS. Al Muminuun [23] : 1-2)

Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya,

"Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!" QS. Al Maaun [107] : 4-5)

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5).

Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.

Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih banyak dari pada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.

Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.

Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.

Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.

Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!

Ingat, wahai hamba-hamba Allah,

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!"(QS. Ali Imran: 110)
Baca Selengkapnya...

Sabtu, 31 Maret 2012

Empat Rahasia Ahli Syukur - AA Gym

Empat Rahasia Ahli Syukur - AA Gym
     Semoga Allah Yang Maha Menatap, Maha Gagah, Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang kita rasa dan kita saksikan, karena penderitaan dalam hidup bukan karena kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah.

Allah menakdirkan apapun Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluk-Nya. Kita sengsara adalah karena kita yang mendzolimi diri sendiri. "Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu."

     Firman Allah SWT: jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah rezekimu (QS.14: 7)

     Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS.16: 53)

     Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).(QS.93: 11)*

*(diambil dari kitab Al Hikam; Syekh Ahmad Atailah)

     Jadi setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri nikmat yang kecil.

     Tidak usah risau terhadap nikmat yang belum ada, justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak disyukuri. Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati,

     La in syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS.14: 7)

     Maka, daripada kita sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa disyukuri. Sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya makanan, padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali pengaruhnya.

Syarat yang pertama menjadi ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah SWT.

     Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan.Tapi kalau kita yakin semuanya milik Allah, maka diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara, senikmat-nikmat dalam hidup adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk tetapi berharap hanya kepada Allah SWT.

Rahasia yang kedua ahli syukur adalah "orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi".

     Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang tiada bertepi. Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena kita tamak kepada yang belum ada.

Ciri yang ketiga dari ahli syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah.

     Alkisah ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua. Betapa kagetnya mereka dan pada saat yang sama dalam keadaan kaget, ternyata seorang raja yang bijaksana melihat hal tersebut dan mengirimkan kuda yang baru lengkap dengan perbekalan.
     Ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang hilang kudanya itu berbeda-beda. Si-A kaget dan berkomentar, "Wah ini hebat sekali kuda, bagus ototnya, bekalnya banyak pula!" Dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini.
Si-B, gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar, "Wah ini kuda hebat," sambil berterima kasih kepada yang memberi.
Sikap C beda lagi, ia berkomentar "Lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa? Yang ditanya menjawab, "Ini kuda milik raja." Si-C bertanya kembali "Kenapa raja memberikan kuda ini? Dijawab "Sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang raja". dia gembira bukan karena bagusnya kuda, dia gembira karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.

     Nah begitulah, si-A adalah manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk dengan kendaraan itu, tanpa sadar bahwa itu adalah titipan. Orang yang paling bodoh adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah. Yang B mungkin adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah, tetapi ahli syukur yang asli adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi pendekat kepada Allah SWT.

Ketika mempunyai uang dia mengucap Alhamdulillah, uang inilah pendekat saya kepada Allah, dia tidak berat untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena tidak akan berkurang harta dengan bersadaqah.

     Maka, jika sahabat ingin banyak uang, sederhana saja rumusnya, pakailah uang yang ada untuk berjuang di jalan Allah. Jangan heran jika rejeki datang melimpah. Punya rumah ingin nikmat bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran, tetapi rumah yang nikmat adalah rumah yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah. Bangunlah rumah yang tidak membuat kita sombong, belilah asesoris rumah yang membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada Allah, bukan ingat kepada kekayaan kita. Pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada kekuasaan Allah bukan kekuasaan kita. Itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah.

      Tapi kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah, potret-potretnya yang tidak membuat ingat kepada Allah, malah ujub, riya takabur, tidak usah heran rumah itu semakin diminati pencuri, dan rumah yang diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya. Dia harus menyewa alarm, menggaji satpam, di depan harus ada anjing. Coba kalau rumahnya ingat kepada Allah dia tidak akan sesibuk itu.

     Mohon maaf kepada saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus, tapi usahakan setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada kekayaan Allah. Andai kita mempunyai jabatan, lalu bagaimana cara mensyukurinya? Gunakanlah jabatan itu agar karyawan kita dekat kepada Allah.

     Kesungguhan kita untuk mendidik anak lebih baik daripada punya anak tetapi tidak tahu agama, lalu bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya? Ketika kita mati mereka hanya berebut harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya.

     Maka orang yang bersyukur yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah. Di dunia nama orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia. Di kubur lapang kuburnya karena doa anaknya. Di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak.

Kunci syukur yang keempat adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat.

     Seorang anak disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya. Dimana-mana anak sholeh itu harum namanya. Tapi anak durhaka tidak pernah ada jalan menjadi mulia sebab kenapa? Karena mereka tidak tahu balas budi. Benar orang tua kita tidak seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita, tetapi sikap kita kepada orang tua.

     Saudara-saudaraku yang budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri ini adalah titipan dari Allah, bukan milik seseorang, bukan milik pahlawan, bukan milik siapapun yang membangun negeri. Tapi negeri ini tidak ada pemiliknya selain Allah tapi kita episodenya hidup di Indonesia. Maka syukuri, jangan minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi justru kita yang harus bangkit untuk tidak korupsi! Dengan minder tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus bangkit! Negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada Allah.

     Dengan ada perasaan dongkol, sakit hati, itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah. Sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusi. Daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik mari kita sedikit demi sedikit menyelesaikan masalah. Itulah namanya syukur nikmat.

     Dan sahabat-sahabat, salah satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih pemimpin kita yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita. Rakyat seluruh negeri ini menjadi orang yang baik-baik. Kita membutuhkan suri tauladan yang baik. Jangan pernah melihat orang dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya karena akhlaq adalah buah dari keimanan dan keilmuan yang diamalkan. Harta, gelar, pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak menjadikan kemuliaan akhlaq seseorang berarti dia telah terpedaya. Kita tidak membutuhkan topeng. Yang kita butuhkan adalah isi, dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur kepada Allah.

     Mudah-mudahan daripada kita memikirkan yang tidak ada lebih baik mensyukuri yang ada. Wallahu a'lam Bishowab. ***
Baca Selengkapnya...

Coretan Tamu

CORETAN TAMU