Minggu, 01 April 2012

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym

Pribadi Muslim Berprestasi - Aa Gym
Bismillahirohmannirohim

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!

Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan,

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.

Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.

Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.

Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan. Misalnya saja shalat,

"Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya." (QS. Al Muminuun [23] : 1-2)

Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya,

"Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!" QS. Al Maaun [107] : 4-5)

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5).

Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.

Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih banyak dari pada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.

Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.

Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.

Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.

Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!

Ingat, wahai hamba-hamba Allah,

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!"(QS. Ali Imran: 110)
Baca Selengkapnya...

Sabtu, 31 Maret 2012

Empat Rahasia Ahli Syukur - AA Gym

Empat Rahasia Ahli Syukur - AA Gym
     Semoga Allah Yang Maha Menatap, Maha Gagah, Maha Menguasai segala-galanya mengaruniakan kepada kita hati yang bersih sehingga bisa menangkap hikmah di balik kejadian apapun yang kita rasa dan kita saksikan, karena penderitaan dalam hidup bukan karena kejadian yang menimpa tapi karena kita tertutup dari hikmah.

Allah menakdirkan apapun Maha Cermat, tidak pernah mendzolimi makhluk-makhluk-Nya. Kita sengsara adalah karena kita yang mendzolimi diri sendiri. "Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Allah, sesungguhnya ia telah membuka jalan hilangnya nikmat dari dirinya. Akan tetapi barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka sungguh ia telah memberi ikatan yang kuat pada kenikmatan Allah itu."

     Firman Allah SWT: jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah rezekimu (QS.14: 7)

     Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan , maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS.16: 53)

     Dan terhadap Nikmat Tuhan-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).(QS.93: 11)*

*(diambil dari kitab Al Hikam; Syekh Ahmad Atailah)

     Jadi setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Jangan engkau lepaskan nikmat yang besar dengan tidak mensyukuri nikmat yang kecil.

     Tidak usah risau terhadap nikmat yang belum ada, justru risaulah kalau nikmat yang ada tidak disyukuri. Allah sudah berjanji kepada kita dengan janji yang pasti ditepati,

     La in syakartum la-aziidannakum (jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah rezekimu)(QS.14: 7)

     Maka, daripada kita sengsara oleh nikmat yang belum ada lebih baik bagaimana yang ada bisa disyukuri. Sayangnya kalau kita mendengar kata syukuran itu yang terbayang hanya makanan, padahal syukuran itu adalah bentuk amal yang dahsyat sekali pengaruhnya.

Syarat yang pertama menjadi ahli syukur adalah hati tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah SWT.

     Makin kita merasa memiliki sesuatu akan makin takut kehilangan, takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan.Tapi kalau kita yakin semuanya milik Allah, maka diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan karena kita merasa tertitipi. Makin merasa rejeki itu milik manusia kita akan merasa berharap kepada manusia dan akan makin sengsara, senikmat-nikmat dalam hidup adalah kalau kita tidak berharap kepada mahluk tetapi berharap hanya kepada Allah SWT.

Rahasia yang kedua ahli syukur adalah "orang yang selalu memuji Allah dalam segala kondisi".

     Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat yang tiada bertepi. Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena kita tamak kepada yang belum ada.

Ciri yang ketiga dari ahli syukur adalah manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah.

     Alkisah ada tiga pengendara kuda masuk kedalam belantara, ketika dia tertidur kemudian saat terjaga dilihat kudanya telah hilang semua. Betapa kagetnya mereka dan pada saat yang sama dalam keadaan kaget, ternyata seorang raja yang bijaksana melihat hal tersebut dan mengirimkan kuda yang baru lengkap dengan perbekalan.
     Ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang hilang kudanya itu berbeda-beda. Si-A kaget dan berkomentar, "Wah ini hebat sekali kuda, bagus ototnya, bekalnya banyak pula!" Dia sibuk dengan kuda tanpa bertanya kuda siapakah ini.
Si-B, gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar, "Wah ini kuda hebat," sambil berterima kasih kepada yang memberi.
Sikap C beda lagi, ia berkomentar "Lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa? Yang ditanya menjawab, "Ini kuda milik raja." Si-C bertanya kembali "Kenapa raja memberikan kuda ini? Dijawab "Sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang raja". dia gembira bukan karena bagusnya kuda, dia gembira karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.

     Nah begitulah, si-A adalah manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk dengan kendaraan itu, tanpa sadar bahwa itu adalah titipan. Orang yang paling bodoh adalah orang yang punya dunia tapi dia tidak sadar bahwa itu titipan Allah. Yang B mungkin adalah model kita yang ketika senang kita mengucap Alhamdulillah, tetapi ahli syukur yang asli adalah yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi pendekat kepada Allah SWT.

Ketika mempunyai uang dia mengucap Alhamdulillah, uang inilah pendekat saya kepada Allah, dia tidak berat untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena tidak akan berkurang harta dengan bersadaqah.

     Maka, jika sahabat ingin banyak uang, sederhana saja rumusnya, pakailah uang yang ada untuk berjuang di jalan Allah. Jangan heran jika rejeki datang melimpah. Punya rumah ingin nikmat bukan masalah ada atau tidak ada AC, bukan masalah ukuran, tetapi rumah yang nikmat adalah rumah yang menjadi kendaraan untuk mendekat kepada Allah. Bangunlah rumah yang tidak membuat kita sombong, belilah asesoris rumah yang membuat setiap tamu yang datang menjadi dekat kepada Allah, bukan ingat kepada kekayaan kita. Pasanglah hiasan yang mebuat tamu kita ingat kepada kekuasaan Allah bukan kekuasaan kita. Itulah rumah yang Insya Allah tenang dan barokah.

      Tapi kalau rumah dipakai untuk pamer dan menginginkan kursi yang amat mewah, potret-potretnya yang tidak membuat ingat kepada Allah, malah ujub, riya takabur, tidak usah heran rumah itu semakin diminati pencuri, dan rumah yang diminati pencuri itu membuat strees bagi yang punya. Dia harus menyewa alarm, menggaji satpam, di depan harus ada anjing. Coba kalau rumahnya ingat kepada Allah dia tidak akan sesibuk itu.

     Mohon maaf kepada saudara-saudaraku yang kaya tidak apa-apa memiliki yang bagus, tapi usahakan setiap tamu yang masuk ke rumah bukan ingat kepada kita tetapi ingat kepada kekayaan Allah. Andai kita mempunyai jabatan, lalu bagaimana cara mensyukurinya? Gunakanlah jabatan itu agar karyawan kita dekat kepada Allah.

     Kesungguhan kita untuk mendidik anak lebih baik daripada punya anak tetapi tidak tahu agama, lalu bagaimana anak itu akan memuliakan ibu bapaknya? Ketika kita mati mereka hanya berebut harta warisan jangankan mensholatkan ibu bapaknya.

     Maka orang yang bersyukur yang adalah orang yang mendidik anaknya supaya dekat dengan Allah. Di dunia nama orang tuanya terbawa harum karena anaknya mulia. Di kubur lapang kuburnya karena doa anaknya. Di akherat Insya Allah akan terbawa karena barokah mendidik anak.

Kunci syukur yang keempat adalah berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan nikmat.

     Seorang anak disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya. Dimana-mana anak sholeh itu harum namanya. Tapi anak durhaka tidak pernah ada jalan menjadi mulia sebab kenapa? Karena mereka tidak tahu balas budi. Benar orang tua kita tidak seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita, tetapi sikap kita kepada orang tua.

     Saudara-saudaraku yang budiman negeri kita dikatakan negeri bersyukur kalau sadar bahwa negeri ini adalah titipan dari Allah, bukan milik seseorang, bukan milik pahlawan, bukan milik siapapun yang membangun negeri. Tapi negeri ini tidak ada pemiliknya selain Allah tapi kita episodenya hidup di Indonesia. Maka syukuri, jangan minder jadi orang Indonesia yang disebutkan negara koruptor, tetapi justru kita yang harus bangkit untuk tidak korupsi! Dengan minder tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus bangkit! Negara ini harus jadi ladang untuk mendekat kepada Allah.

     Dengan ada perasaan dongkol, sakit hati, itu semuanya tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menambah masalah. Sekarang justru kesempatan kita menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusi. Daripada sibuk mempermasalahkan masalah lebih baik mari kita sedikit demi sedikit menyelesaikan masalah. Itulah namanya syukur nikmat.

     Dan sahabat-sahabat, salah satu tugas kita untuk mensyukuri nikmat adalah kita harus memilih pemimpin kita yang berakhlaq baik yang bisa membimbing kita. Rakyat seluruh negeri ini menjadi orang yang baik-baik. Kita membutuhkan suri tauladan yang baik. Jangan pernah melihat orang dari topeng duniawinya tetapi lihatlah orang dari akhlaqnya karena akhlaq adalah buah dari keimanan dan keilmuan yang diamalkan. Harta, gelar, pangkat, jabatan dan kedudukan yang tidak menjadikan kemuliaan akhlaq seseorang berarti dia telah terpedaya. Kita tidak membutuhkan topeng. Yang kita butuhkan adalah isi, dan isi inilah milik orang-orang yang ahli syukur kepada Allah.

     Mudah-mudahan daripada kita memikirkan yang tidak ada lebih baik mensyukuri yang ada. Wallahu a'lam Bishowab. ***
Baca Selengkapnya...

Tafsir Surat Al Falaq

Tafsir Surat Al Falaq





Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

Terjemah : Muzaffar Sahidu

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

Sumber bacaan: islamhouse.com



     Segala puji hanya bagi Allah swt, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya..Amma Ba’du:

Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada telinga kita dan butuh untuk direnungi dan dipikirkan adalah surat Al-Falaq:


Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki".(QS. Al-Falaq: 1-5)



     Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra bahwa sesungguhnya apabila Nabi Muhammad saw terkena suatu penyakit maka beliau membaca Al-Mu’awwidzat untuk dirinya, lalu meniup padanya. Dan pada saat beliau sakit keras maka akulah yang membacakan Mu’awwidzat lalu mengusapkannya pada tangannya guna mengharap keberkahannya. (HR.Bukhari No: 506, dan Muslim No: 2192)



     Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra bahwa apabila Nabi Muhammad saw hendak berbaring pada ranjangnya pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniupnya dan membaca:

"Qul audzubirobbinnas" dan "Qul audzubirobbil falaq" dan "Qul huwallahu ahad"

Lalu beliau mengusap dengannya bagian tubuh yang mampu diusapnya dimulai dari bagian kepala dan wajah, lalu bagian terdepan dari badan, hal itu beliau lakukan selama tiga kali. (HR.Bukhari No: 2192)



     Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Uqbah bin Amir berkata: Rasulullah saw bersabda: "Tidakkah engkau mengetahui beberapa ayat yang diturunkan kepadaku pada malam hari yang tidak ada ayat yang diturunkan sepertinya?.

"Qul audzubirobbinnas" dan "Qul audzubirobbil falaq"(HR Muslim No: 814)

Artinya: aku kembali, berlindung dan berpegang kepada Tuhan yang menguasai waktu subuh, dan maknanya bisa mencakupi yang lebih luas dari makna waktu subuh. Sebab kata “Al Falaq” bermakna segala sesuatu yang dibelah oleh Allah baik waktu pagi dengan menyingsingkannya atau membelah butiran dan biji-bijian dengan menumbuhkannya, sebagaimana firman Allah swt:



     "Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan." (QS. Al-An’am: 95)

     “Dia menyingsingkan pagi”. QS. Al-An’am: 96.

Dari kejahatan semua makhluk bahkan kejahatan diri, sebab hawa nafsu memerintahkan kepada yang buruk. Dan disebutkan di dalam sebuah hadits: Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami. Dan kalimat “dari kejahatan makhluk -Nya”, mencakup kejahatan setan, manusia dan jin serta bintang-binatang dan lain-lain.



     “Al-Gasiq” makananya adalah malam, dikatakan pula maknanya adalah bulan, dan yang benar adalah maknanya secara umum yang mencakup apa yang telah disebutkan di atas. Adapun kata tersebut dimaknai dengan kata malam, didasarkan pada firman Allah:



"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam." (QS. Al-Isro’: 78)



Dan pada waktu malam banyak hewan dan bintang buas yang keluar, oleh karena itulah dianjurkan berlindung dari kejahatan yang terjadi pada waktu malam.

Adapun memaknai kata “Al-Gasiq” dengan kata bulan, didasarkan pada hadits riwayat At-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad saw melihat ke arah bulan dan bersabda: "Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan bulan ini, sebab inilah yang sebut dengan gasiq. Sebab kekuasaannya terjadi pada waktu malam. Dan apabila malam telah masuk maka hari menjadi gelap gulita. Dan begitu juga dengan bulan saat memncarkan cahayanya maka terjadi saat kegelapan tiba dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada waktu malam".



Firman Allah swt: "Dan dari kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul"

Karena itulah adalah para tukang sihir yang mengikat tali dan yang lainnya. Mereka meniup pada buhul-buhul tersebut sambil membaca jampi-jampi yang menyebut nama-nama setan pada setiap buhul, kemudian kembali meniupnya lalu mengikatnya lalu kembali meniup mantra padanya, dan dengan jiwanya yang busuk tersebut berniat untuk menyihir seseorang sehingga berdampak negatif bagi orang yang terkena sihir. Dan Allah swt menyebutkan dengan lafaz “Al-Naffatsat” bentuk jamak untuk wanita tidak menggunakan bentuk jamak laki-laki yaitu kata Al-Naffatsin sebab biasanya yang banyak menggunakan sihir jenis ini adalah para wanita, oleh karena itulah Allah swt berfirman: kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhu. Karena bisa juga berarti jiwa-jiwa yang menghembus, dan penafsiran dengan makna ini mencakup pria dan wanita.



     Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra berkata:

Rasulullah saw telah disihir oleh seorang Yahudi dari Bani Zuraiq bernama Lubaib bin Al-A’sham. Aisyah berkata bahkan Rasulullah saw merasa berbuat sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, sehingga pada suatu saat beliau berdo’a dan terus berdo’a beliau bersabda:
"Wahai Aisyah apakah engkau mengetahui bahwa Allah telah memberikan jawaban terhadap perkara yang aku minta jawabannya?. Aku telah didatangi oleh dua orang lelaki salah seorang dari mereka duduk di sisi kepalaku dan yang lain di sisi kakiku. Lelaki yang berada di sisi kepalaku berkata kepada lelaki yang berada di sisi kakiku atau lelaki yang berada di sisi kakiku berkata kepada lelaki yang berada di sisi kepalaku: "Penyakit apa yang dirasakan oleh lelaki ini?. Lelaki yang lain menjawab: Dia sedang terkena sihir. Jawabnya. Lelaki itu bertanya kembali: Siapakah yang menyihirnya?. Yang lain menjawab: Lubaid bin Al-A’sham. Lelaki itu kembali bertanya: "Pada apakah dia terkena sihir?" Iya dengan menggunakan sebuah sisir dan rambut. Dan dia berkata: dan menggunakan kuncup bunga kurma jantan. Dia bertanya kembali: Di manakah dia?. Lelaki yang lain berkata: “Pada sumur Arwan”. Aisyah berkata: Maka Rasulullah saw bersama para shahabat beliau kemudian bersabda: Wahai, demi Allah airnya seakan air dari campuran pacar (warna merah), dan kurma yang tumbuh padanya seakan kepala setan”.

Aku berkata: Wahai Rasulullah apakah engkau tidak membakarnya?. Beliau bersabda: Tidak, sebab Allah telah menyembuhkan diriku dan aku benci mengungkit keburukan di tengah masayarakat. Maka Rasulullah saw memerintahkan untuk mengambil sihir tersebut lalu ditimbunnya”.(Sahih Muslim no: 2189,Sahih Bukhari no: 3268)



Firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala:



"Dan dari kejahatan pendengki apabila ia dengki."



     Al-Hasid (orang yang dengki) adalah orang yang tidak suka nikmat Allah berada pada orang lain, engkau akan mendapatkan orang yang terjangkiti penyakit ini, dengan tanda-tanda dia akan merasa tidak senang jika dia melihat nikmat Allah swt berada pada seseorang baik berupa harta, jabatan, ilmu dan yang lainnya dan dengan hal itu dia akan menjadi orang yang dengki.

Hasad ada dua macam: Jenis hasad di mana seseorang benci melihat nikmat Allah swt berada pada seseorang namun dia tidak bertindak yang membahayakan orang yang didengkinya. Kedengkiannya menjadikannya bimbang dan bingung karena nikmat yang diberikan oleh Allah swt kepada orang lain. Dan bencana yang paling besar adalah dampak negatif orang yang dengki pada saat dia dengki. Oleh karena Allah swt berfirman:
Pendengki apabila ia dengki

Di antara dampak negatif orang yang dengki saat dia dengki adalah penyakit ain yang bisa mengenai orang yang ia iri padanya. Sebab hal itu biasanya tidak muncul kecuali dari orang yang memiliki tabiat yang buruk dan berjiwa busuk. Dan penyakit ain ini, seperti yang disebutkan di dalam hadits yang shahih di dalam riwayat Muslim dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Ain itu benar adanya, seandainya ada sesuatu yang mendahului qodar maka sungguh penyakit ainlah yang pasti mendahuluinya. (Muslim: 2188)



     Diriwayatkan oleh Ibnu Adi di dalam kitab Al-Kamil dari Jabir bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: "Sesungguhnya penyakit ain ini sungguh menjadi penyebab seseorang masuk ke dalam kubur dan menyebabkan onta di masak pada panci”. ( Al-Kamil fidhuafa’ir rijal: 6/408 dan syekh Nasiruddin Al-Albani berkata: hadist hasan, lihat Shahihul Jami’us Shagir 2/761 no: 4144)

Al-Manawi berkata: maksudnya adalah bisa menyebabkan dirinya terbunuh sehingga menjadikan dirinya masuk ke dalam kubur dan menyebabkan onta dimasukkan ke dalam panci, maksudnya adalah jika onta tersebut terkena oleh penyakit ain, atau dengan sebab penyakit ain tersebut onta itu hampir mati yang akhirnya mendorong pemiliknya untuk menyembelihnya dan memasaknya pada panci. Hal ini berarti ain adalah penyakit yang menyebabkan kematian. Maka seharusnya bagi orang yang menjadi sumber penyakit ain untuk segera menanggulangi ain tersebut dengan mengucapkan kata-kata yang menjunjung kemahatinggian Allah dan kata-kata ini menjadi ruqyah bagi penyakit ain tersebut. (Faidhaul Qodir: 397 )



     Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’id Al-Khudri bahwa Jibril mendatangi Nabi Muhammad saw dan berkata: "Wahai Muhammad sepertinya engkau merasakan suatu penyakit?". Maka beliau bersabda: Benar maka Jibril meruqyah beliau dengan membaca:



     "Dengan Nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu dan dari keburukan setiap jiwa dan ain yang dengki. Allah yang memberikan kesembuhan bagimu dengan nama Allah aku meruqyahmu”. (HR. Muslim no: 2186)



     Allah swt berfirman "malam apabila telah gelap gulita, wanita-wanita yang menghembus pada buhul-buhul dan orang yang dengki apabila dia dengki", sebab bencana yang ditimbulkan oleh tiga hal ini bersifat samar. Maka hendaklah bagi orang yang beriman untuk menggantungkan hatinya hanya kepada Allah swt, menyerahkan segala urusannya kepada Allah swt dan bertawakkal kepada -Nya, serta mempergunakan wirid-wirid yang syar’I untuk menjaga dirinya dari kejahatan para tukang sihir, orang–orang yang dengki dan selain mereka. (Tafsir Juz Amma, Syekh Al-Utsaimin rahimahullah hal: 302-304)



     Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

Baca Selengkapnya...

Selasa, 27 Maret 2012

Menghadirkan Hati Dalam Shalat-Ibnul Qayyim

Menghadirkan Hati Dalam Shalat-Ibnul Qayyim




Ibnul Qayyim menguraikan wasiat Nabi Yahya bin Zakariya as:

     “Dan aku memerintahkan kamu untuk shalat, jika kamu shalat maka janganlah kamu berpaling (menoleh) karena sesungguhnya Allah menghadapkan wajah-Nya kewajah hamba tersebut dalam shalat selama dia tidak berpaling”. HR. Bukhari.

Beliau (Ibnul Qayyim) berkata : Berpaling ( iltifat ) yang dilarang dalam shalat ada dua macam :
Pertama : Berpalingnya hati dari Allah azza wa jalla kepada selain-Nya.
Kedua : Berpalingnya pandangan mata.
Kedua-duanya dilarang dalam shalat. Allah senantiasa menghadap ke hamba-Nya selama hamba tersebut menghadap kepada-Nya, maka tatkala dia berpaling dengan hati ataupun pandangannya, maka Allah pun akan berpaling darinya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang iltifat (berpaling)nya seorang laki-laki dalam shalat, maka beliau bersabda :

     “( iltifat ) merupakan pencurian yang dilakukan oleh syetan dalam shalat seseorang. ( HR. Bukhari ).

     Dalam sebuah atsar disebutkan, Allah swt berfirman (dalam hadits qudsi) : (apakah kamu berpaling) kepada yang lebih baik dari-Ku... ? kepada yang lebih baik dari-Ku?.

     Perumpamaan orang yang berpaling (iltifat) dalam shalatnya dengan pandangan ataupun hati sama seperti orang yang dipanggil oleh penguasa, kemudian dia berdiri di hadapan penguasa tersebut dan berbicara dengannya, ketika sedang berbicara orang tersebut menoleh (berpaling) ke kiri dan ke kanan, hatinya tidak sedang bersama penguasa tersebut sehingga dia tidak paham apa yang dibicarakan. Kira-kira tindakan apa yang akan dilakukan oleh penguasa tersebut menghadapi laki-laki ini?. Paling tidak penguasa tadi akan pergi meniggalkannya dalam keadaan marah, dan harga diri laki-laki tadi menjadi hilang di hadapan penguasa tersebut.

     Tidaklah sama nilainya orang yang shalat seperti itu dengan orang yang shalat dengan hati yang hadir (khusu’) menghadap Allah Subhanahu wata’ala, hatinya diselimuti dengan pengagungan kepada Allah ketika dia berdiri di hadapan-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa sungkan dan tunduk kepada Allah, dia malu kepada Allah ketika berpaling kepada selain-Nya. Sungguh sangat jauh perbedaan diantara shalat kedua orang tersebut sebagaimana dikatakan oleh Hassan bin ‘Athiyah. )

     Beliau ( Hassan bin ‘Athiyah ) mengatakan : Dua orang laki-laki bisa saja sama-sama melakukan shalat, tetapi nilai keduanya sangat jauh berbeda sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, ini disebabkan karena salah seorang diantara mereka shalat dengan hati yang khusu’ menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, sementara hati yang satunya lagi lupa dan lalai. Seseorang apabila menghadap makhluk lain dan diantara mereka ada hijab ( penghalang ) maka itu tidaklah dinamakan menghadapnya, dan juga tidak dikatakan mendekatinya, apalagi kalau itu dilakukan pada Pencipta ( Allah ) ‘Azza wa Jalla. Apabila seseorang menghadap kepada Allah ‘Azza wa Jalla sementara antara dia dan Allah terdapat penghalang berupa hawa nafsu dan was-was (godaan), jiwanya sibuk dan penuh dengan hawa nafsu dan was-was tersebut, bagaimana mungkin itu dikatakan menghadap ( Allah ) padahal dia dipermainkan oleh godaan dan bermacam fikiran yang membawanya kesana kemari.

     Seorang hamba apabila sudah berdiri untuk shalat, maka syetan akan gelisah karena dia berdiri di tempat yang paling mulia dan paling dekat ( kepada Allah ) yang sangat tidak disukai syetan. Makanya syetan berusaha semaksimal mungkin untuk menghalanginya, dia senantiasa menggoda hamba tersebut, membuatnya berangan-angan, dan lupa. Syetan akan berusaha mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya untuk menjadikan hamba tadi menganggap enteng shalat tersebut, sehingga akhirnya dia meninggalkannya.

     Kalau dia ( syetan tersebut ) gagal dalam usahanya, maka dia akan berusaha menjadi penghalang bagi hamba tersebut dalam shalat, menjadi penghalang dalam hatinya, dia mengingatkan hamba tersebut dalam shalat dengan berbagai macam persoalan yang terlupakan sebelum shalat. Bisa jadi hamba tadi lupa sesuatu hal, atau lupa sesuatu yang sangat penting yang membuat dia telah putus asa, maka syetan datang mengingatkannya ketika dia sedang shalat, sehingga hatinya menjadi sibuk, tidak lagi menghadap Allah, maka diapun ( hamba tadi ) berdiri di hadapan Allah tidak dengan hatinya. Dia tidak akan mendapatkan kemuliaan dan kedekatan dari Allah sebagaimana yang didapatkan oleh orang yang melakukan shalat dengan sepenuh hati. Shalat bisa menghapuskan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan kalau dikerjakan dengan sempurna, khusu’ dan berdiri di hadapan Allah dengan sepenuh hati.

     Ketika seseorang sudah bisa menghindari godaan syetan tadi, maka dia akan merasakan keringanan dalam dirinya, seolah-oleh dia telah meletakkan beban berat yang dipikulnya, dia akan merasakan semangat dan ketenangan sehingga dia berharap untuk tidak selesai dari shalat tersebut, karena shalat itu sudah menjadi harapannya, kenikmatan jiwanya, sorga hatinya dan tempat peristirahatannya dari kesibukan dunia. Dia akan merasakan dirinya dalam penjara dan kesempitan sehingga dia melaksanakan shalat, dia menjadi tentram dengan shalat tersebut. Orang-orang yang cinta dengan shalat akan mengatakan : mari kita shalat sehingga kita bisa merasakan ketentraman dengan shalat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh panutan dan Nabi mereka :

     “wahai Bilal, tentramkanlah kami dengan Shalat ”. (HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Bani ).

Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tidak mengatakan : Tentramkan kami dengan menjauhkan shalat tersebut dari kami.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

     “Ketentramanku diciptakan dalam shalat”.(HR. Ahmad dan disahihkan oleh al-Bani)

     Kalau ketentraman itu diciptakan di dalam shalat, bagaimana mungkin dia bisa tentram tanpa shalat tersebut ? Bagaimana mungkin dia sanggup meninggalkannya?. Shalat orang yang menghadirkan hatinya inilah yang akan naik ( menuju Allah ), shalat itulah yang punya cahaya dan bukti, sehingga diterima oleh Allah ‘azza wa jalla. Shalat itu akan bicara : Allah akan menjagamu sebagaimana kamu menjagaku.

     Adapun shalat orang yang lalai, tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya dan tidak khusu’ di dalamnya, maka shalat itu akan dilipat sebagaimana dilipatnya kain yang sudah lusuh dan dipukulkan kepada orang tersebut, kemudian dia berkata : Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku.

      Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra berkata:

Tidaklah seorang mukmin menyempurnakan wudhu’nya kemudian dia melaksanakan shalat pada waktunya, dia laksanakan dengan ikhlas kepada Allah, tanpa ada kekurangan pada waktunya, rukuknya, sujudnya dan sunnah-sunnahnya melainkan dia akan mendapatkan cahanya antara barat dan timur sampai akhirnya berakhir di sisi Allah ‘azza wajalla. Dan siapa saja yang melaksanakan shalat, dia tidak menyempurnakan wudhu’nya, mengakhirkan waktunya, tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan sunnah-sunnahnya maka diangkatkan darinya benda hitam gelap dan langsung mengatakan kepadanya : Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku... Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku... (Haditsnya Lemah/Dha’if ).

     Shalat dan amalan yang maqbul (yang akan diterima Allah) adalah apabila dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kebesaran Allah ‘Azza wajalla, kalau shalat tersebut dilakukan dengan benar dan pantas maka pasti akan diterima.

Amalan yang Maqbul (diterima di sisi Allah) ada dua macam :

Pertama : Shalat dan amalan lainnya yang dilakukan seorang hamba dengan sepenuh hati kepada Allah ‘azza wajalla, ia senantiasa ingat (zikir) kepada Allah ‘azza wajalla. Maka amalan ini akan dibawa kehadapan Allah, diletakkan di depan-NYa, kemudian Allah memandang amalan tersebut, kalau Allah melihat amalan tersebut dilakukan dengan ikhlas mengharapkan ridha-Nya, timbul dari hati yang selamat (bersih), ikhlas dan cinta serta bertaqarrub kepada-Nya, maka Allah akan mencintai amalan tersebut, meridhainya dan menerimanya.

Kedua : amalan yang dilakukan karena sekedar kebiasaan dan dilakukan dengan lalai, meskipun niatnya untuk ketaatan dan taqarrub kepada Allah, anggota tubuhnya melakukan gerakan-gerakan ketaatan, tetapi hatinya lalai dari mengingat Allah. Ketika amalan tersebut diangkat menghadap Allah, dia tidak diletakkan di hadapan-Nya, dan Allah tidak memperhatikannya, tapi amalan tersebut langsung di letakkan di tempat catatan amal, sehingga nanti ditampilkan pada hari kiamat. Allah akan memberikan balasan sesuai dengan bagian yang dikerjakan karena mengharapkan ridha-Nya, sementara yang dikerjakan bukan karena mengharapkan ridha-Nya akan ditolak. Itulah bentuk penerimaan-Nya terhadap amalan ini. Balasan yang akan diberikan untuk amalan seperti ini adalah berupa ciptaan-Nya seperti istana (di sorga), makanan, minuman dan bidadari.

Adapun balasan untuk yang pertama tadi maka Allah ridha dengan amalan tersebut, ridha dengan cara hamba tersebut melakukannya, ridha dengan taqarrub yang dilakukannya, Allah akan meninggikan derajat dan tempatnya, yang diberikan tanpa dihitung lagi. Jadi ada perbedaan antara amalan pertama dan kedua.

Manusia dalam melaksanakan shalat dikelompokkan menjadi lima tingkatan:

Pertama : tingkatan orang-orang yang zhalim terhadap dirinya, yaitu orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhu’nya, waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya.

Kedua : orang yang menjaga waktu shalatnya, batasan-batasannya, rukun-rukunnya dan wudhu’nya, tetapi dia tidak berusaha melepaskan dirinya dari godaan, sehingga dia hanyut dalam godaan dan berbagai macam fikiran yang timbul.

Ketiga : orang yang menjaga batasan-batasan shalat, rukun-rukunnya dan berusaha untuk melawan godaan dan pemikiran yang muncul, akhirnya dia larut dalam usaha melawan syetan supaya tidak mencuri shalatnya, maka berarti dia berada dalam shalat dan jihad.

Keempat : orang yang melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun dan batasan-batasannya, hatinya larut menjaga batasan-batasan dan hak-hak shalat tersebut sehingga tidak ada yang luput, semua perhatiannya tercurah untuk mendirikan dan menyempurnakan shalat sebagaimana mestinya , berarti hatinya larut dalam shalat dan beribadah kepada Allah tabaaraka wata’ala.

Kelima : orang yang melaksanakan shalat seperti tingkatan ke empat tadi, ditambah lagi dia meletakkan hatinya sepenuhnya di hadapan Allah ‘azza wajalla, dia melihat kepada Allah dengan hatinya dan mengawasi-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah, seolah-olah dia melihat dan menyaksikan-Nya. Godaan-godaan sudah hilang darinya, sudah tidak ada lagi godaan yang jadi penghalang antara dia dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini dibanding dengan yang lainnya jelas lebih utama sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, karena dia dalam shalatnya sibuk dengan Tuhannya ‘azza wajalla, dia tentram bersama-Nya.

      Orang-orang di tingkat pertama akan mendapat ‘iqab, yang kedua akan dihisab, yang ketiga (shalatnya) jadi penghapus dosa-dosanya, yang ke empat mendapatkan balasan dan yang kelima menjadi orang yang akan di dekatkan kepada Allah, karena dia menjadikan ketentraman bersama Allah dalam shalatnya. Siapa saja yang tentram hatinya dengan shalat di dunia ini, maka dia akan tentram juga di akhirat karena dekat dengan Allah. Orang yang tentram hatinya bersama Allah di dunia, maka hati-hati yang lainpun akan merasa tentram karenanya, sedangkan orang yang tidak tentram hatinya bersama Allah maka jiwanya akan terpecah belah mengikuti dunia dengan penuh kerugian.

     Diriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala berdiri untuk melaksanakan shalat maka Allah ‘azza wajalla berfirman : angkat hijab (pembatas) antara Aku dengan hamba-Ku, namun tatkala ia berpaling maka Allah berfirman: turunkan hijab (kembali). Berpaling (iltifat) di sini ditafsirkan dengan berpalingnya hati orang tersebut dari Allah ‘azza wajalla kepada selain-Nya, maka ketika dia berpaling kepada selain-Nya diturunkanlah hijab antara Dia dan hamba-Nya, ketika itulah syaitan datang dengan urusan dunia, dia memperlihatkan kepada orang tersebut godaan dunia di cermin (sehingga kelihatan nyata). Jadi ketika seorang hamba menghadap Allah dengan hatinya dan dia tidak berpaling, maka syetan tidak sanggup menghalangi antara hati tersebut dan Allah, syetan hanya akan masuk ketika ada hijab. Ketika hamba tersebut kembali kepada Allah dan menghadirkan hatinya maka syetan akan lari, jika dia berpaling lagi (dari Allah) maka syetan akan datang. Demikian seterusnya antara hamba dan syetan selama dalam shalat.

      Manusia hanya akan sanggup untuk menghadirkan hatinya dalam shalat dan menyibukkan hati tersebut dalam shalat bersama dengan Tuhannya ketika dia bisa menguasai syahwat dan hawa nafsunya, kalau tidak maka hatinya akan dikuasai oleh syahwat dan dipenjara oleh nafsu, ketika itulah syetan mendapatkan tempat untuk duduk dengan nyaman di dalamnya sehingga dengan mudah dia menggoda dengan was-was dan berbagai macam fikiran ( dunia ).

Hati manusia ada tiga macam :

Pertama: hati yang kosong dari keimanan dan kebaikan, ini adalah hati yang sudah hitam penuh dengan kegelapan, syetan dengan tenang bisa menggodanya, karena dia telah mendapatkan tempat yang nyaman untuk rumah tempat tinggalnya, sehingga dia bisa berbuat sekehendaknya dengan sangat leluasa.

Kedua: hati yang mendapat cahaya keimanan dan menyalakan lampu didalamnya, tapi masih ada bekas-bekas kegelapan syahwat dan gelombang hawa nafsu di dalamnya, maka di sini syetan mondar-mandir tergantung situasi, di sinilah terjadi perang antara hati dan syetan. Kondisinya berbeda antara seorang hamba dengan yang lainnya tergantung porsi kegelapan tersebut, ada orang yang waktu kemenangannya lebih banyak dibanding kekalahannya, dan sebaliknya ada juga orang yang waktu kekalahannya lebih banyak dibanding waktu kemenangannya, dan ada juga yang seimbang.

Ketiga : hati yang sudah dipenuhi dengan keimanan, diterangi dengan cahayanya, tirai syahwat telah menjauh dari dirinya, kegelapan sudah pergi meninggalkannya, cahaya di dalam hatinya bersinar cemerlang, sehingga ketika ada godaan syahwat yang datang maka dia (godaan tersebut) akan langsung terbakar, dia ibaratkan langit yang dijaga dengan bintang-bintang, ketika ada syetan yang mendekat akan langsung dilemparnya hingga terbakar.

     Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya
Baca Selengkapnya...

Mensikapi Waktu

   Oleh: Aa Gym

   Maha perkasa Allah Azza wa Jalla, Dzat yang memiliki segala keagungan, kemuliaan, keunggulan, dan segala kelebihan lainnya. Dzat yang Maha Sempurna sifat-sifat-Nya, tiada satu kejadianpun yang terbebas dari kekuasaan-nya. Allah, Dzat yang Maha adil meningkatkan derajat siapa saja yang Dia kehendaki dan menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Namun, sesungguhnyalah kemuliaan dan kehinaan yang ada pada diri kita merupakan buah dari segala amal yang telah kita lakukan. Tidak bisa tidak. Karena demi Allah, Allah SWT tidak akan pernah dzhalim terhadap hamba-hamba-Nya.
   Sahabat-sahabat, sungguh betapa banyak orang yang cukup potensial, tetapi tidak bisa menjadi unggul. Salah satu sebabnya adalah karena ketidakmampuannya dalam mengelola waktu. Yakinilah bahwa kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam urusan dunia maupun akhirat adalah sangat bergantung bagaimana kesungguhannya dalam menyikapi waktu. Kita saksikan, betapa banyak orang yang mengeluh karena merasa tak pernah punya waktu, sedangkan beberapa orang yang lain selalu mencari jalan untuk membunuh waktu.
   Padahal, subhanallah, Allah dengan Maha cermat dan Maha adil telah membagikan waktu dengan seadil-adilnya, dengan secermat-cermatnya tanpa akan luput satupun. Setiap orang pastilah akan mendapat jumlah waktu yang sama, yaitu 60 menit setiap jam, dan 24 jam setiap hari di tempat manapun di dunia ini. Di negara maju, negara berkembang, atau negara yang hancur terpuruk sekalipun tetap 24 jam perhari 60 menit per jam.
   Singapura 24 jam per hari, Singaparna 24 jam per hari, Chichago 60 menit per jam, Cikaso 60 menit per jam, semuanya sama. Pengusaha sukses, yang jatuh bangun, atau bahkan yang bangkrut sekalipun tetap 24 jam per hari 60 menit per jam. The Best Executive, karyawan asal-asalan,dan pengangguran kelas berat sekalipun jatah waktunya tetap sama 24 jam per hari. Seorang bintang kelas; yang biasa saja, atau yang tidak naik kelas sekalipun tetap 24 jam per hari 60 menit per jam. Maka, nyatalah bahwa yang menjadi masalah bukan jumlah waktunya, tapi isi waktunya.
   Sebab, ada yang dalam waktu 24 jam itu mampu mengurus negara, jutaan orang, atau aneka perusahaan raksasa dengan beratus ribu orang, tapi ada yang dalam 24 jam mengurus diri saja tidak mampu! Naudzhubillah, Karakteristik waktu memang sebuah keunikan, bahkan ia suatu misteri kehidupan ini, yang terekam dalam tik-tok jam, tercatat dalam buku harian, terhitung dalam kalender tahunan, terukir dalam prasasti-prasasti kehidupan. Walau, sebenarnya ukuran-ukuran itu akan kurang berarti, sebab ukuran waktu yang nyata adalah kehidupan kita sendiri. Ya, hidup kita adalah waktu itu sendiri, yang menggelinding tiada henti.
   Sebagai makhluk ciptaan-Nya waktu ternyata memiliki tabiat tersendiri, waktu adalah terpendek karena tak pernah cukup menyelesaikan tugas hidup. Waktu adalah terpanjang karena ia adalah ukuran keabadian. Waktu akan berlalu cepat bagi mereka yang bersuka cita. Waktu berjalan sangat lambat bagi yang dirundung derita. Waktu adalah saksi sejarah yang akan membeberkan segala kehinaan dan kenistaan yang kita lakukan.
   Waktu adalah perekam abadi yang akan mengekalkan segala keagungan dan kemuliaan seseorang. Dan yang utama waktu modal kita, kehidupan kita. Tiada yang dapat terjadi tanpa dia. Maka, sungguh suatu kerugian yang sangat besar bila seorang hamba tidak dapat memanfaatkan waktunya dengan sangat baik dan optimal.
Allah berfirman,

   "Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat-menasehati dalam menatapi kebenaran dan nasehat-menasehati dalam menetapi kesabaran" [Q.S. Al Ashr: (103): 1-3].

   Imam Syafii mengatakan bahwa, "Cukup dengan Surat Al Ashr, Al-Quran sudah terwakili". Subhanallah, demikian pentingnya waktu dalam pandangan Allah.
   Dikisahkan bahwa suatu waktu Khalifah Umar bin Abdulaziz sesampai di rumah setelah mengurus jenazah Sulaiman bin Abdul Malik kakeknya ia (Umar) sedang istirahat tidur-tiduran di ranjang, kemudian datang anaknya Abdul Malik.
Ia bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, gerangan apakah yang membaringkan anda di siang hari bolong ini".
Jawab ayahnya; "Aku letih, aku butuh istirahat".
Abdul Malik berkata; "Pantaskah anda beristirahat padahal banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, lihat di sana rakyat yang tertindas butuh pertolonganmu."
Jawab ayahnya, "Semalam suntuk aku menjaga pamanmu dan itu yang mendorong aku istirahat, nanti setelah shalat dhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang-orang yang tertindas dan teraniaya".
Anaknya bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang menjamin anda hidup sampai dhuhur. Bagaimana kalau Allah menakdirkan anda mati sekarang?"
Kemudian Umar bangun dan pergi membawa satu karung pikulan gandum, lalu mencari orang yang kelaparan.
   Dalam kisah ini, nampaklah betapa beratnya tanggung jawab untuk mengelola waktu. Bagaimana pula dengan kita yang telah diberi amanah mengurus bumi ini?
   Subhanallah, marilah kita berlindung kepada Allah dari kelalaian memanfaatkan waktu seraya memohon agar dikaruniakan kemampuan untuk mengelola waktu dengan optimal, penuh makna, sesuai dengan yang telah dituntunkan Allah dan Rosul-Nya.

   Ada dua hal yang perlu kita lakukan, agar memiliki keunggulan dalam hidup ini, yaitu:
a. Waktu boleh sama tapi isi harus beda
   Ajaran Islam sangat menghargai waktu, Allah SWT sendiri berkali-kali bersumpah dalam Al Quran berkaitan dengan waktu. Wal 'ashri (Demi waktu), Wadh dhuha (Demi waktu dhuha), Wallail (Demi waktu malam), Wannahar (Demi waktu siang).
   Allah juga sangat menyukai orang yang shalat lima waktu dengan tepat waktu, memuliakan sepertiga malam sebagai waktu mustajabnya doa, dan waktu dhuha sebagai waktu yang disukai-Nya.
   Maka, sangat beruntunglah orang-orang yang mengisi waktunya efektif hanya dengan mempersembahkan yang terbaik dalam rangka beribadah kepada-Nya.
Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi, yang artinya,

   "Pada setiap fajar ada dua malaikat yang berseru-seru: "Wahai anak Adam aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya. Karena aku tidak kembali lagi sehingga hari pengadilan." (H.R. Turmudzi).

   Cobalah bayangkan, andaikata dalam suatu perlombaan balap sepeda, dalam satu detik si A berhasil mengayuh satu putaran, si B setengah putaran, dan si C mengayuh dua putaran. Siapa yang jadi juaranya? Maka, dengan meyakinkan si C-lah yang akan berpeluang menjadi juara, mengapa? Karena pada detik yang sama si C dapat berbuat lebih banyak daripada yang lain.
   Nah, begitupun kita semua semakin banyak dan baik hal positif yang kita lakukan dalam waktu yang sama, insyaAllah kita akan lebih dekat dengan kesuksesan. Persis dengan apa yang anda lakukan saat ini, pada saat yang sama ada yang sedang tidur, sedang di WC, sedang bermain atau mungkin bermaksiat atau apa saja, dan pada saat akhir membaca tulisan ini. Maka, hasilnya pun berbeda-beda tergantung dari apa yang dilakukan, dan anda insyaAllah beruntung karena telah mendapat ilmu yang mahal yaitu bagaimana mengelola modal hidup ini, yakni waktu.

b. Sekarang harus lebih baik daripada tadi
   Sahabat-sahabat, sungguh kita merasakan bahwa seringkali kita tidak begitu serius menghargai waktu, sehingga kadang-kadang menghamburkannya tanpa guna. Kadangkala kesia-siaan selalu menjadi bagian dari hidup kita ini; bersantai-santai tanpa merasa rugi waktu, berbicara sia-sia tanpa merasa berdosa, berjalan tanpa tujuan hanya untuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal, sungguh waktu adalah modal kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kalau kita mengoptimalkan modal kita, maka beruntunglah kita, tapi kalau kita menyia-nyiakannya.Maka sangat pasti akan rugilah kita. Orang yang bodoh adalah orang yang diberi modal (waktu), kemudian dengan modal itu ia sia-siakan. Naudzhubillah.
   Padahal, andaikata hari ini sama dengan hari kemarin berarti kecepatan kita sama, tak ada peningkatan. maka tak akan pernah bisa menyusul siapapun, dan andaikata orang lain selalu meningkat, maka kita akan tertinggal dan jadi pecundang.
Rasulullah SAW mengingatkan kita dengan sabdanya,

   " Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang-orang yang merugi" (H.R. Dailami).

   Maka, satu-satunya pilihan adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin, bahkan kalau bisa sekarang ini harus lebih baik daripada barusan tadi, dalam hal apapun. Kalau tidak demikian, maka harus diakui bahwa hari ini adalah hari yang gagal dan rugi, dan ingat andaikata hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti kita terkena musibah, kerugian yang sangat besar dan mencelakakan diri. Naudzhubillah, hal ini tak boleh terjadi pada diri kita.
   Rasulullah SAW sendiri mengingatkan kita untuk selalu memperbaiki waktu kita, sebab setiap waktu memiliki beban persoalan tersendiri, sabdanya,

   "Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu (dengan ibadah), gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu (dengan amal saleh), gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu (dengan sedekah), gunakanlah masa hidupmu sebelum datang masa matimu (mencari bekal untuk hidup setelah mati). gunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu". (AlHadits).

Dari uraian diatas, maka sebenarnya ada tiga kelompok orang yang menggunakan waktu, yaitu:
1. Orang sukses, yaitu orang yang menggunakan waktu dengan optimal, dan ia melakukan sesuatu yang tidak diminati oleh orang yang gagal.
2. Orang malang, yaitu orang yang hari-harinya diisi dengan kekecewaan dan selalu memulai sesuatu dengan esok harinya.
3. Orang hebat, yaitu orang yang bersedia melakukan sesuatu sekarang juga. Bagi orang hebat, tidak ada hari esok. Dia berkata bahwa membuang waktu bukan saja sesuatu kejahatan, tetapi suatu pembunuhan yang kejam.
   Maka, mulai sekarang waspadalah terhadap waktu. Setiap detik yang kita lalui harus diperhitungkan dengan secermat-cermatnya, sematang-matangnya, dan seakurat-akuratnya, lalu mengisinya dengan hal-hal yang membuahkan peningkatan kemampuan kita.
   Kita tidak hanya perlu bekerja keras, tapi kita perlu juga bekerja keras dan cerdas. Lebih jauh kita lagi kita perlu kerja keras, cerdas dan efektif, sehingga waktu yang kita gunakan akan lebih optimal, bermakna bagi dunia dan berarti bagi akhirat nanti.
Baca Selengkapnya...

Coretan Tamu

CORETAN TAMU