Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Ilahi. Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan dengan segala kesempurnaan ciptaannya. Maha Suci Allah dari segala prasangka dan praduga tentang bagaimana atau seperti apa bentuk dan wujud Zat Allah dari hamba-hambaMu.
Shalawat dan salam tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad saw beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir.
Dilatar belakangi oleh banyaknya ummat Islam khususnya di daerah saya yang mengandai-andai, mengira-ngira ataupun mereka yang menyerupakan sesuatu dengan tuhannya, Maha Suci Allah. Saya mencoba meluruskan dengan menghadirkan karya Syaikh Hasan Al Banna tentang Aqidah ketuhanan.
Semoga apa yang saya sajikan dapat memberi manfaat dan meluruskan apa yang sudah bengkok hati dan pikiran kita, sekalipun itu sudah banyak blogger yang menghadirkan karya-karya dengan tema yang sama. Menurut hemat saya akan lebih baik sasering mungkin menghadirkan tema ini, oleh karena teramat penting dan vital dalam keyakinan. Amiin.
Sumber Bacaan: Bab 1
Judul Buku: ILMU TAUHID (Matematika Iman)
Pengarang: Hasan Al Banna
Alih Bahasa: A Sjinqithi Djamaluddin
Penerbit: Al Ikhlas-Surabaya tahun 1987
1. ZAT ALLAH SWT
Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kita kepada kebenaran. Saudaraku, ketahuilah, bahwa zat Allah swt, Maha Besar, tak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia, karena akal pikiran manusia ini walaupun tinggi menjulang, masih dalam kekuatan dan kemampuan yang terbatas saja, sebagaimana yang akan dijelaskan di belakang nanti Insya Allah, bahwa akal manusia ini sangat terbatas sekali untuk mengetahui hakikat sesuatu.
Hanya saja di sini perlu kami singgung, bahwa akal manusia ini, dari yang paling besar sampai kepada yang paling kecil, hanya dapat mengambil manfaat saja dari sesuatu, tapi tidak dapat mengetahui hakikat benda itu yang sebenarnya. Seperti listrik, magnet dan lain sebagainya, adalah energi yang dipergunakan dan diambil manfaatnya saja tanpa dipelajari, apakah yang sebenarnya hakikat benda itu sendiri, bahkan tak seorang pun dari tokoh ilmuwan dunia sampai saat ini yang mampu mengungkapkan, bahwa mengetahui hakikat dan zat sesuatu tidak berguna sama sekali bagi kita, dan bagi kita cukup hanya mengetahui keistimewaannya yang dapat memberi manfaat kepada kita saja.
Apabila kemampuan kita sudah demikian dalam perkara yang telah kami singgung di muka, maka betapa lagi dapat kita mampu mengetahui zat Allah sebagai pencipta segala makhluk ini? Sungguh banyak orang yang benar-benar tersesat karena membicarakan zat Allah; maka sebab perkataannya itulah tersesat, celaka dan bertentangan, karena membicarakan hal yang tidak dapat dijangkau dan tidak mampu diselidiki hakikatnya. Karena itulah Rasulullah saw, melarang memikirkan Zat Allah, tapi beliau memerintahkan kita berpikir tentang makhluk-makhluk-Nya.
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa beberapa orang pernah memikir-mikir tentang zat Allah Azza wa Jalla. Maka Nabi saw, bersabda:
“Pikirlah tentang makhluk Allah, jangan kamu memikir-mikirkan tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu mencapai kebesaran-Nya.”
Riwayat Abu Nu’aim dalam kitab “Hilyah” dengan sanad lemah, dan riwayat Ashbihani dalam kitab “Targhib dan Targhib” dengan sanad yang lebih sahih; demikian pula dalam riwayat Abu Syaikh. Pada pokoknya bahwa hadits ini shahihul ma’na.
Walaupun demikian, maka hadits ini bukan berarti mencegah kebebasan kita berfikir, bukan pula berarti kita dilarang research dan bukan pula berarti mempersempit akal fikiran kita untuk memperluas scope-nya. Hanya saja hal yang sedemikian itu merupakan suatu benteng agar akal kita tidak mudah terjerumus ke dalam jurang kesesatan, dan tidak mudah terburu-buru menyelidiki hal-hal yang jalannya tidak cermat, yang juga dia tidak dimungkinkan menerobosnya, walaupun mempersiapkan diri dengan obat-obat kolesom yang sangat ampuh kemujarabannya. Demikian inilah teori hamba-hamba Allah yang shahih dan arif terhadap Allah dan kebesaran-Nya.
Pernah Abu Bakar Dalaf bin Jahdar Asy Syubli ditanyakan tentang Allah swt, maka dia menjawab:“Dialah Allah, Esa, Maha Dikenal sebelum adanya hukum dan huruf.”
Abu Zakaria Yahya bin Mu’adz Ar Razi juga pernah ditanya : “beritahukanlah kepadaku tentang Allah."
Maka jawabannya: “Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa.”
Lalu dia ditanya lagi: "Bagaimanakah Dia?."
Dijawab: “Raja Yang Maha Berkuasa.”
Ditanyakan lagi : "Di manakah Dia."
Dijawab: “Dia benar-benar mengawasi.”
Penanya itu lalu berkata: "Aku tidak menanyakan tenang itu."
Abu Zakaria lalu menjawabnya: “Selain dari apa yang telah aku jawab adalah sifat makhluk, sedang sifat Allah tidak dapat saya ungkapkannya kepadamu”.
Karena itu batasilah kemauan anda untuk mengetahui kebesaran Allah dengan caara merenungkan makhluk-Nya saja dengan berpegang teguh kepada sifat-sifat-Nya pasti itu.
2. NAMA-NAMA ALLAH SWT
Di kalangan semua makhluk ini, Allah Maha Pencipta dan pembentuk, memang sudah terkenal dengan beberapa nama dan sifat yang layak bagi-Nya; yang sebaiknya harus dihafal oleh orang mu’min untuk mendapatkan barokahnya, dan untuk dinikmati kesedapan sebutannya dan kebesaran kadar kemuliaannya. Karena itu, peganglah hadits Rasulullah saw, dan sebaik-baik guide (penuntun) adalah lisan wahyu dan obor kenabian.
Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata, bersabda Rasulullah saw,
“Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu, maka seorang yang menghafalnya, pasti dia masuk surga; Dia adalah ganjil, maka menyukai ganjil pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam suatu riwayat Imam Bukhari beliau bersabda:
“Barangsiapa yang menghitung-hitungnya, maka dia masuk surga.”
Juga Imam Tirmidzi meriwayatkannya dan dia menambahkannya:
“Dia adalah Allah, tiada Tuhan selain Dia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa (Disiplin), Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Maha Pencipta, Maha Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Maha Pengampun, Maha Mengalahkan, Maha Pemberi, Maha Pemberi Rizki, Maha Pembuka, Maha Mengetahui, Maha Menahan, Yang Melepaskan, Yang Merendahkan, Yang Mengangkat, Yang Menjadikan Mulia, Yang Menjadikan Hina, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Menjadi Hakim, Yang Adil, Yang Maha Halus, Yang Mengetahui, Yang Maha Penyantun, Yang Maha Besar, Yang Maha Pengampun, Maha Pembalas Jasa, Maha Luhur, Yang Agung, Yang Mama Memelihara, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mencukupi, Yang Maha Besar, Yang Maha Mulia, Yang Maha Mengawasi, Maha Mengabulkan, Yang Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Mencintai, Yang Maha Pemurah, Yang Membangkitkan, Yang Maha Mengetahui, Yang Benar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kokoh, Yang Maha Melindungi, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Tepat Menghitungnya, Yang Memulai Mencipta, Yang Mencipta Kembali, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Hidup; Yang Terus Mengurusi Makhluk-Nya, Yang Mengadakan, Yang Mulia, Yang Esa, Yang Menjadi Tempat Bergantung Semua Makhluk, Yang Kuasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memajukan, Yang Mengundurkan, Yang Pertama, Yang Akhir, Yang Terang, Yang Samar, Yang Melindungi, Yang Maha Luhur, Yang Melimpahkan Kebaikan, Yang Maha Menerima Taubat, Yang Membalas, Yang Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Raja, Yang Mempunyai Kebesaran Dan Kemuliaan, Yang Berbuat Adil, Yang Menghimpun, Yang Kaya, Yang Membuat Kaya, Yang Menahan, Yang Memberi Bahaya, Yang Memberi Manfaat, Cahaya, Yang Memberi Petunjuk, Yang Maha Mencipta, Yang Kekal, Yang Memberi Pusaka, Yang Maha Menuntut Kepada Kebaikan, Lagi Yang Maha Sabar.”